SURABAYATODAY.ID, JAKARTA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak masyarakat terus meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal ini mengingat kasus DBD di Jatim terus meningkat.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Prov. Jatim, per tanggal 1-27 Januari 2022, penderita DBD di Jatim sebanyak 1.220 orang, dengan jumlah kematian 21 orang (CFR = 1,7 persen) didominasi usia 5-14 tahun. Jumlah penderita DBD tertinggi di Jatim per 1-27 Januari 2022 di antaranya Bojonegoro (112 orang), Nganjuk (82 orang), Kabupaten Malang (73 orang), Ponorogo (64 orang), Tuban (61 orang). Sedangkan dengan jumlah kematian DBD tertinggi yakni Pamekasan (3 orang), Bojonegoro (2 orang), dan Nganjuk (2 orang).
Angka ini meningkat bila dibandingkan tahun 2021 pada bulan Januari, dimana penderita DBD di Jatim tercatat sebanyak 668 orang dengan jumlah kematian 5 orang. Total penderita DBD tahun 2021 di Jawa Timur sebanyak 6.417 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 71 orang (CFR = 1,1 persen).
“Untuk itu saya meminta masyarakat jangan panik, tapi terus tingkatkan kewaspadaan terhadap ancaman DBD ini,” ungkap Khofifah saat transit di airport Soekarno-Hatta usai kunjungan kerja dari Jambi, Jumat (28/1)..
“Bahwa selain Covid-19, kita juga harus berbagi perhatian dan kewaspadaan dengan DBD. Jadi ketika mengalami demam misalnya, selain Covid-19, kita harus mulai mempertimbangkan kemungkinan gejala DBD,” lanjut Khofifah.
Ia mengatakan, pencegahan kasus DBD ini bisa dilakukan melalui gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3 M Plus. Kegiatan Kegiatan 3M ini meliputi pertama, menguras (membersihkan) bak mandi, vas bunga, tempat minum binatang peliharaan, atau tatakan dispenser. Kedua, menutup rapat Tempat Penampungan Air (TPA). Bagi TPA yg tidak mungkin dikuras atau ditutup, bisa berikan larvasida. Ketiga, menyingkirkan atau mendaur ulang barang bekas seperti botol plastik, dan kaleng bekas.
Menurut Khofifah, 3M Plus ini ditambah dengan upaya memberantas larva melalui pemberian larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, memasang ovitrap/larvitrap/mosquitotrap. Serta, menghindari gigitan nyamuk dengan menanam pohon pengusir nyamuk, memakai kelambu, repelent/anti nyamuk dan lain- lain.
Khofifah menegaskan, pencegahan dan penanganan masalah DBD ini harus dilakukan mulai hulu sampai hilir. Serta diperlukan kerjasama dan sinergi seluruh pihak baik masyarakat, pemerintah, sampai dengan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.
“Salah satu kunci keberhasilan penanganan DBD ini dimulai dari hulu yakni bagaimana kita menerapkan 3M Plus di lingkungan kita masing-masing. Jadi bagaimana peran serta masyarakat untuk mencegah bagaimana agar nyamuk aedes aegypti yang membawa virus DBD ini tidak berkembang biak,” jelas Khofifah.
Untuk diketahui, DBD disebabkan oleh virus dengue ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti & Ae.albopictus. Gejalanya ditandai demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit <100.000/mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥ 20 persen dari nilai normal. Pemeriksaan serologis (ELISA, RDT dengue) menunjukkan hasil positif.
Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti yakni warna hitam bintik putih di badan dan kakinya, menggigit siang hari, hidup dalam rumah dan sekitarnya terutama di tempat yang agak gelap dan lembab serta kurang sinar matahari, tempat bertelur di tempat berisi air jernih. Nyamuk ini biasanya tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis hingga ketinggian ± 1000 meter dari permukaan laut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebarluasan DBD yakni kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, perilaku masyarakat, perubahan iklim (climate change) global, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih. (ST02)