SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Per bulan Oktober 2022, tingkat perceraian di Jatim telah menurun dibanding tahun 2021. Sebelumnya di tahun 2020, terdapat kasus cerai gugat sejumlah 62.388 dan cerai talak sejumlah 25.600.
Jumlah cerai gugat meningkat di tahun 2021 sebagai imbas dari Covid-19, PHK yang luas , dan kasus perceraian dengan 63.006 kasus dan 25.038 kasus cerai talak. Kabar baiknya, jumlah ini turun menjadi 53.332 kasus cerai gugat dan 20.675 kasus cerai talak per Januari – Oktober 2022.
Hal ini disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam forum Penguatan Moderasi Beragama Berbasis Keluarga Maslahah gelaran Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur di Gedung Muzdalifah Asrama Haji Surabaya pada Senin (12/12).
“Salah satu penyebab angka cerai gugat lebih besar dibanding cerai talak, karena kesempatan perempuan di bidang kewirausahaan lebih besar untuk menghidupi keluarganya. Karena itu saya mengajak pasangan suami istri tidak melihat hubungan suami istri sebagai hubungan kuasa tetapi Allah memberikan rezeki bisa melalui istri bisa melalui suami. Maka hubungan suami istri harus dibangun harmonis bukan sebagai relasi kuasa ,” sebut Khofifah.
“Sama-sama kita mengintroduksi langkah-langkah solutif bersama , dan alhamdulillah Januari sampai Oktober 2022 perceraian di Jatim menjadi turun. Semoga bisa terus kita turunkan angka perceraian di Jatim,” imbuhnya.
Khofifah berpesan agar konseling pra-nikah digencarkan sebagai syarat mutlak pernikahan. Harapnya, calon pengantin akan mendapatkan pembekalan untuk membangun keluarga yang harmonis, toleran, dan sarat akan moderasi. Ditambah, program pemberdayaan ekonomi keluarga untuk menekan tingkat perceraian sebab permasalahan ekonomi.
Tak berhenti di situ, Khofifah juga menekankan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mencegah adanya pernikahan dini dan perkawinan anak, serta memberikan sorotan khusus pada kekerasan dalam rumah tangga.
“Konseling pra-nikah sebaiknya digalakkan dan menjadi syarat mutlak pasangan menikah, lalu diberikan sertifikat bukti telah mengikuti penyuluhan. Kita juga bisa adakan upaya perbaikan perekonomian keluarga melalui program-program pemberdayaan ekonomi keluarga untuk mengurangi kasus perceraian karena dasar ekonomi,” Khofifah menyarankan.
“Kita lakukan juga pencegahan dispensasi kawin anak berbasis masyarakat dan menggalakan semua toga tomas. Kuatkan peran satgas Perlindungan perempuan dan anak (PPA) dan Penanganan masalah Perempuan dan Anak (PPMA) hingga menyeluruh ke RT/RW, dikawal oleh Bupati/walikota setempat,” pesannya.
Khofifah juga menyampaikan bahwa hubungan pernikahan tidak boleh didasari oleh relasi kuasa. Hubungan ini, lanjutnya, adalah ikatan sakral yang harus diwarnai dengan rasa hormat terhadap sesama.
“Di antara laki-laki dan perempuan hubungannya harus harmonis dan tidak didasari power relation. Hubungan suami istri tidak seyogyanya dijadikan hubungan relasi kuasa, siapa yang lebih kuat atau siapa yang bisa hasilkan uang lebih banyak. Ini hubungan ikatan yang kuat dan penuh penghormatan,” tutupnya. (ST02)