SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Pemkot Surabaya menerima kunjungan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Kunjungan tersebut, Kementerian PPPA RI berdiskusi soal Kota Layak Anak (KLA) dan verifikasi perlindungan hak anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya Tomi Ardiyanto mengatakan, verifikasi perlindungan hak anak kali ini dilakukan oleh Kementerian PPPA RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tujuan dari verifikasi itu adalah untuk memonitoring dan evaluasi Kota Surabaya menjadi KLA.
“Jadi verifikasi ini adalah untuk melihat langsung sejauh mana komitmen pemkot atau kepala daerah serta Kepala PD terhadap program terkait perlindungan hak anak. Indikatornya banyak ya, ada 24, diantaranya terkait anggaran dan program perlindungan hak anak,” ungkap Tomi.
Sebelumnya Pemkot Surabaya telah melalui proses verifikasi administrasi KLA, kemudian hari ini Kementerian PPPA dan Kemendagri memastikan program pemkot yang dipaparkan itu sesuai tidaknya dengan implementasi di lapangan.
“Jadi kami ajak ke tempat pelayanan hak terhadap anak yang dimiliki pemkot. Kami berharap ketika komitmen seluruh PD, stakeholder dan Forkopimda bisa memenuhi perlindungan hak terhadap anak secara berkelanjutan, maka Surabaya bisa mencapai predikat utama KLA di tahun ini,” tandasnya.
Sedangkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur (DP3AK) Provinsi Jawa Timur, Restu Novi Widiani mengatakan, untuk menjamin keselamatan dan perlindungan terhadap anak bukan hanya peran serta pemerintah dan stakeholder saja, tetapi juga orang tua. Ia mengatakan usai rawan seorang anak itu antara 13 – 19 tahun.
Karena itu, orang tua juga harus mengawasi agar terhindar terjadinya tindak kekerasan, pernikahan usia dini karena accidental, stunting dan lain sebagainya.
“Jadi guru BK di sekolahnya, SD maupun SMP juga keluarganya harus sensitif ketika ada perubahan pada anak itu mengalami gejala apa,” kata Restu.
Ia mengungkapkan, sebuah kasus yang terjadi kemudian viral bukan menjadi indikator sebuah kota untuk tidak layak anak. Karena menurutnya, sebuah permasalahan sosial pasti bisa terjadi setiap saat di kota besar. Oleh sebab itu yang menjadi penilaian sebuah kota layak disebut KLA adalah sistem pelayanannya untuk menjamin keselamatan dan memenuhi hak terhadap anak. (ST01)