SURABAYATODAY.ID, BOJONEGORO – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, menggelar acara “Rembug Stunting” Kabupaten Bojonegoro Tahun 2022, di Partnership Room. Acara ini sebagai bagian dari ikhtiar bersama untuk melakukan konfirmasi, sinkronisasi, dan sinergitas aksi percepatan penanggulangan stunting di Bojonegoro, dengan pelibatan peran stakeholder dan shareholder.
Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah, dalam sambutannya menyampaikan, Pemkab akan meminimalisir angka stunting. Caranya dengan merumuskan dan memperkuat kerangka intervensi yang harus dilakukan, mendorong dan menguatkan konvergensi antar program Pentahelix.
“Pemkab Bojonegoro berkomitmen melaksanakan upaya penanggulangan AKI, AKB dan stunting, selaras dengan program pemerintah pusat, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting,” ungkapnya.
Di dalam aturan itu, menyebutkan, bahwa Indonesia harus mencapai prevalensi stunting 14 persen pada tahun 2024 yang artinya seluruh desa dan kelurahan di Indonesia harus bebas stunting 100 persen.
“Sehingga, kami telah mengamanatkan Bojonegoro bebas stunting level ringan dan sedang mulai akhir tahun 2022,” tandasnya.
Dalam kaitan dengan pencapaian penanggulangan stunting, di Bojonegoro sejak tahun 2018 sampai dengan saat ini selalu mengalami penurunan. Di tahun 2018, balita prevalensi stunting masih tercatat 8,76 persen (6.941 balita) kemudian berangsur menurun, tahun 2019 sebesar 7,45 persen (5.868 balita), tahun 2020 tercatat 6,84 persen (5.192 balita) dan 2021 terdapat 5,71 persen (4.277 balita) dan hingga bulan timbang Februari Tahun 2022 tercatat turun menjadi 5,21 persen (3.804 balita).
Namun demikian, jika data riil berdasarkan hasil bulan timbang di Bojonegoro ini dibandingkan dengan data hasil survei nasional, prevalensi stunting di Bojonegoro tahun 2021 masih sebesar 23,9 persen, sedikit di atas Provinsi Jawa Timur yang sebesar 23,5 persen, dan di bawah angka nasional sebesar 24,4 persen.
“Posisi Kabupaten Bojonegoro berdasarkan skala survei nasional (SSGI) saat ini masih masuk peringkat 14 terbesar se-Jawa Timur dan masih masuk dalam daerah lokus penanganan AKI, AKB dan stunting,” tegasnya.
“Untuk menuju Bojonegoro bebas stunting, maka langkah awal yang menjadi perhatian utama adalah terkait dengan data, sehingga jangan sampai ada manipulasi data stunting,” lanjutnya.
Terpisah, laporan dari Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro, Anwar Murtadho, langkah Aksi yang telah dilaksanakan intervensi pencegahan stunting diantaranya, Intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 30 persen).
“Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek,”ujarnya.
Lalu, Intervensi Gizi Sensitif (berkontribusi 70 persen), yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. “Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK. Intervensi gizi sensitif,”pungkasnya. (ST10)