SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Waspada, batu pada saluran kemih. Inilah tajuk edukasi bincang sehat yang disajikan manajemen Siloam Hospitals Surabaya melalui platform zoom yang diikuti lebih dari 60 viewer, Selasa (24/5) lalu.
Dalam edukasi tersebut, dokter spesialis urologi, Dian Paramita Oktaviani Soetojo mengatakan bahwa keberadaan batu pada saluran kemih di Indonesia merupakan kasus atau keluhan terbanyak di bidang urologi. Umumnya kasus atau keluhan tersebut terjadi pada masyarakat berusia 30 hingga 50 tahun.
“Namun tidak menutup kemungkinan batu saluran kemih ini dapat terjadi pada anak-anak, remaja maupun orang tua,” ungkap Dian Paramita.
Ia menerangkan dari pengetahuan umum medis, pada hakekatnya, batu pada saluran kemih adalah batu yang berada di saluran kemih baik itu di ginjal, ureter , kandung kemih maupun uretra (sistem saluran kemih manusia). Zat garam dan mineral lain yang ‘menempel’ membentuk seperti batu ukuran kecil atau kerikil dan belum menimbulkan rasa sakit ketika tetap atau masih berada di ginjal.
“Apabila batu makin membesar akan menyebabkan nyeri yang amat sangat bahkan dapat menghalangi aliran urine sehingga menimbulkan sumbatan di saluran kemih ureter,” terangnya.
Dian Paramita lantas menjelaskan tentang faktor risiko dan penanganan batu ginjal ini. Dikatkan, faktor risiko batu ginjal disebabkan adanya riwayat terkena batu sebelumnya, riwayat keturunan, obesitas,dan gangguan absorpsi di lambung dan sebagainya.
Faktor lainnya yang patut diwaspadai adalah seringnya mengalami dehidrasi (kurang minum), hingga faktor riwayat pola makan yang dinyatakan sebagai prediposisi antara lain asupan kalsium, penggunaan garam yang tinggi, serta makan-makanan yang tinggi purin (seperti jeroan), dan minum minuman yang mengandung black tea, dan soda.
Adapun tanda atau gejala penyakit ini antara lain nyeri di pinggang ringan hingga berat, dan kadang disertai mual-muntah. Selain itu nyeri pada saat buang air kecil, urine berwarna keruh, coklat hingga kemerahan, bahkan buang air kecil dalam jumlah sedikit.
“Penanganan awal dilakukan tes darah maupun urine, pemeriksaan radiologi seperti USG, rontgen perut, sampai CT scan urogenital (CT Stonografi),” ujarnya.
Setelah batu terdeteksi nantinya batu akan di lihat berdasarkan ukuran dan letak, sehingga batu bisa dikeluarkan sesegera mungkin, baik melalui obat-obatan, perubahan gaya hidup, maupun operasi. Tindakan yg dapat dilakukan yaitu dengan operasi minimal invasive, dg alat khusus, batu akan dipecah menjadi pecahan ukuran kecil, dan dapat keluar sendiri bersama urine atau dibantu dikeluarkan dengan alat tersebut.
“Selain dengan tindakan operasi, pemecahan batu juga dapat dilakukan dengan alat ESWL (extracoporeal shock wave lithotripsy), yaitu batu dipecah menggunakan gelombang khusus dari alat tersebut, dan pasien tidak perlu dilakukan pembiusan,” tambahnya.
Adapun batu ginjal dengan ukuran <5mm diharapkan akan keluar dengan sendirinya. Pasien diharapkan dapat minum air putih 2,5-3 liter sehari dan olahraga rutin atau mungkin dapat dibantu dengan obat-obat, asalkan tidak ada penymbatan atau penyempitan di sepanjang saluran kemih
Dian Paramita Oktaviani Soetojo juga menyatakan pada edukasi terakhir sesinya, bahwa pastikan kebutuhan cairan tercukupi, kurangi konsumsi makanan yang mengandung oksalat (bayam, kacang, black tea). Selain itu kurangi asupan protein hewani, diet rendah garam dan yang penting makan- makanan dengan gizi seimbang dan olahraga yang rutin. (ST01)