SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Banyak hewan ternak di empat daerah di Jawa Timur yang terserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Empat daerah itu yakni Mojokerto, Gresik, Sidoarjo dan Lamongan
Disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, sesuai penjelasan Dirjen PKH Kementan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit hewan menular akut yang menyerang ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, kuda dan babi dengan tingkat penularan mencapai 90-100 persen.
“Namun, penyakit ini tidak menular ke manusia, melainkan menular ke sesama hewan. Kami melakukan langkah komprehensif untuk menangani hal ini,” katanya.
“Saya menghimbau agar masyarakat tidak panik. Hal terkait dengan suplai daging khususnya kota Surabaya misalnya, kami akan maksimalkan agar suplai aman,” jelas Khofifah.
Menurut dirjen PKH Kementan, saat rakor virtual, tanda klinis penyakit PMK pada hewan ternak meliputi, demam tinggi (39-41 derajat celcius), keluar lendir berlebihan dari mulut dan berbusa, Luka-luka seperti sariawan pada rongga mulut dan lidah, tidak mau makan, kaki pincang, Luka pada kaki dan diakhiri lepasnya kuku, sulit berdiri, gemetar, napas cepat, produksi susu turun drastis dan menjadi kurus.
Sementara untuk upaya tindak lanjut, Gubernur Khofifah menambahkan, pihaknya telah kordinasi dengan Kementan untuk menyediakan obat-obatan dalam rangka melanjutkan pengobatan simtomatis pada ternak yang terjangkit PMK. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi Panic Selling. Obat- obatan dimaksud hari ini telah sampai di Jawa Timur
Selain itu Pemprov Jatim telah mengusulkan penetapan status Wabah PMK pada 4 Kabupaten yang dinyatakan positif, melakukan pembatasan lalu lintas ternak dari dan menuju daerah wabah. Hal ini antara lain untuk bisa akses vaksin PMK mengingat Indonesia pada dasarnya sudah dinyatakan bebas PMK sejak tahun 1986.
“Rakor memutuskan bahwa akan dilakukan penutupan sementara Pasar Hewan pada daerah wabah, melakukan depopulasi terbatas pada ternak yang terkonfirmasi positif terkena PMK sesuai SOP Kementan serta melakukan pengobatan serta penyiapan Vaksinasi pada ternak sehat pada daerah terancam minimal cakupan 70 persen dari populasi,” jelasnya.
Khofifah juga mengatakan bahwa metode kombinasi merupakan yang paling cocok untuk menangani PMK ini. Mengingat, pemusnahan atau stamping out yang digemari banyak negara maju membutuhkan anggaran yang besar.
“Kalau pakai stamping out, beban anggaran akan tinggi karena kita harus mengkompensasi. Jadi, kita pakai metode kombinasi. Yakni stamping out dan vaksinasi secara bersamaan,” terangnya.
Selain itu, pihaknya bersama Kementan juga akan mengaktifkan URC (Unit Respon Cepat) yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit PMK. Serta pemaksimalan KIE (komunikasi informasi Edukasi) agar masyrakat lebih faham tentang PMK.
“Jadi ini kurang lebih sama dengan cara kita melakukan kesiap – siagaan seperti saat kita menghadapi covid-19. Jangan ada yang under estimated Kita bangun URC dan membangun awareness di masyarakat agar mereka tidak melakukan Panic Selling,” tuturnya.
Adapun hasil penanganan yang sudah dilakukan maupun rencana tindak lanjut ke depan, akan dikoordinasikan intensif dengan Kementan bersama pakar akademisi dari Fakultas Kedokteran Hewan serta berkoordinasi dengan empat bupati yang hewan ternaknya terjangkit PMK. (ST02)