SURABAYATODAY.ID, BOJONEGORO – Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur meresmikan rumah perdamaian Restorative Justice (RJ) dan gedung barang bukti beserta rumdis Kejari di Kabupaten Bojonegoro bersama dengan 17 Kabupaten/Kota lainnya se-Provinsi Jawa Timur secara bersamaan, Kamis (31/3). Peresmian secara simbolis dilaksanakan di Balai Desa Kauman, Kecamatan Kota, Bojonegoro.
Peresmian ditandai pemukulan gong oleh Kajati Jatim dan penandatanganan prasasti diiringi musik tradisional angklung. Rombongan selanjutnya melihat-lihat rumah RJ di Balai Desa Kauman dan bergeser ke Gedung Barang Bukti dan Rumah Dinas Kejari.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bojonegoro Badrut Tamam mengatakan ada lima rumah RJ di Kabupaten Bojonegoro. Yakni di Balai Desa Kauman, Balai Desa Pacul Kecamatan Kota Kabupaten Bojonegoro, Balai Desa Jipo di Kecamatan Kepohbaru, Balai Desa Dolokgede Kecamatan Tambakrejo, dan Balai Desa Balenrejo, Kecamatan Balen.
Sedangkan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awannah mengatakan, tetap minta bimbingan dan arahan agar pemerintahan yang good governance dan akuntabilitas menjadi semangat untuk menggunakan rumah RJ sebaik-baiknya.
“Selamat datang Ibu Kajati, kehadiran ibu di Bojonegoro memberikan semangat kami, memberikan motivasi dan juga energi positif bahwa kami senantiasa selalu harmonis untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan maupun kegiatan sosial, keagamaan, ekonomi,” ungkap Anna.
Sedangkan Kepala Kejati Jatim Mia Amiati mengatakan, ada beberapa peristiwa penerapan hukum yang seringkali mencederai keadilan masyarakat. Rasa keadilan masyarakat seakan-akan belum bisa terpenuhi.
“Untuk itulah maka di sini kita pernah melihat kasus contoh kasus Nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao,” ujarnya memberi beberapa contoh lainnya menjawab kenapa rumah Restorative Justice ada.
Mia melanjutkan, beberapa contoh yang dipaparkan mempunyai pandangan dan mendorong agar semua jaksa di seluruh Indonesia bisa memiliki hati nurani dalam rangka proses penegakan hukum.
Dalam prosesnya, ada beberapa syarat untuk mendapatkan pelayanan Restorative Justice. Pertama, tindak pidana betul-betul merupakan pelaku yang belum pernah melakukan tindak pidana.
“Jadi bukan merupakan residivis. Artinya, dia melakukan perbuatan pidana tersebut karena dorongan sesuatu yang memang butuh untuk hidup secara ekonomi, secara sosial,” ucapnya.
Kedua, ancaman pidana dari keluarnya tersebut tidak lebih dari 5 tahun. Artinya, untuk hal-hal yang memang apakah lapisan tersebut ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun, bisa dilakukan pemohonan penghentian penuntutan. Ketiga, kerugian korban adalah tidak lebih dari Rp 2,5 juta.
Keempat, dari kedua belah pihak ada keinginan secara hati nurani, tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk bisa saling memaafkan. Jadi fungsinya, lanjut Mia bagaimana restorative ini diterapkan keadilan yang bisa mengembalikan keadaan semula.
Pada kesempatan itu Mia turut mengapresiasi media massa. “Tanpa bantuan teman-teman media, kami juga tidak bisa berbuat banyak. Apa yang pernah kami kerjakan, keberhasilan kami ataupun penyampaian program-program dan langkah kami kepada masyarakat tak lepas dari peran media,” pungkasnya. (ST10)