SURABAYATODAY.ID, SIDOARJO – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menekankan pentingnya penggunaan data dalam sektor usaha, terutama pada peningkatan kualitas UMKM.
Hal tersebut disampaikan Emil saat menghadiri Booth Camp Data Squad Academy dengan tema “Data Science Untuk Pelaku UMKM di Jawa Timur”. Kegiatan itu digelar di Hotel Sofia, Jalan Raya Bandara Juanda, Sidoarjo.
Menurut Emil, hal tersebut penting mengingat kebanyakan UMKM telah bersaing secara ketat dengan perusahaan raksasa, seperti Unilever. Mereka punya privilege yang lebih besar untuk pencarian dan pengolahan data yang lebih akurat.
“Di sinilah pentingnya data. Ini yang ingin kita rintis agar UMKM kita bisa baik kelas dengan perencanaan dan data yang baik. Ini penting, karena dengan data, kita bisa tahu traffic behavior pembeli,” ujarnya.
Lebih lanjut, Emil menerangkan bahwa dengan data traffic behavior pembeli, dapat memberi petunjuk bagi pelaku UMKM untuk menentukan aspek-aspek yang dapat menarik lebih banyak customer. Ia menyebut dirinya sering datang ke pameran-pameran UMKM dan kebanyakan wirausahawan menjual produk yang sama dengan brand yang berbeda.
“Dengan data, mereka bisa terinspirasi untuk membuka usaha lain yang lebih dibutuhkan masyarakat. Nah, outcome seperti ini yang kita cari jika kita punya data,” terangnya.
Emil juga menjelaskan bahwa memang tidak mudah untuk memulai membuat rekomendasi berdasarkan data di lapangan. Tapi dengan adanya kemajuan teknologi di era ini, hal tersebut bisa dilakukan.
“Belajar dari perusahaan besar yang datanya bisa lebih precise, sebenarnya semua orang bisa melakukan itu dengan akses internet. Lagipula, data muncul bukan karena kita pintar. Tapi memang orang-orang menyumbangkan sendiri data mereka, entah melalui postingan sosial media ataupun histori hiburan yang biasanya mereka cari di YouTube atau platform lain,” jelasnya.
Selain itu, Emil mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki anak-anak muda bertalenta yang dapat diajak bersinergi. Fenomena ini, terang Emil, jelas sangat kontras dengan keadaan dulu. Di mana, market usaha didominasi oleh perusahaan raksasa dunia dengan iklan TV ber-budget besar dan produksi massal.
“Tapi sekarang kan tidak perlu. Kita bisa produksi hanya sesuai dengan permintaan konsumen. Bahkan kalau ingin menyewa influencer, tidak perlu yang sangat terkenal. Cukup micro influencer yang followers-nya 1000 atau 2000, tapi punya pengikut yang loyal,” tuturnya.
Di akhir, Emil berpesan agar para peserta tetap semangat menganalisis data dan memberikan rekomendasi. Meskipun, ide-ide yang dihasilkan mungkin terdengar asing dan tidak biasa.
“Jangan pernah meremehkan suatu ide. Semua perusahaan besar berangkat dari apa yang kita lakukan sekarang,” tambahnya.
(ST02)