SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak membuka Silaturrahim Daerah Bu Nyai Nasional dengan tema “Refleksi Sejarah Peran Bu Nyai Nusantara Dalam Pendidikan di Indonesia”. Kegiatan ini diprakarsai oleh Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PW RMI NU) Wilayah Jawa Timur dan dilaksanakan di Hotel Shangri-La, Surabaya, Minggu (19/12).
Turut hadir dalam acara tersebut Ketua Tim Penggerak PKK Arumi Bachsin, Plt Ketua Pengurus PW RMI NU Wilayah Jatim KH Abdussalam Sochib, Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ Jawa Timur Agoes Ali Masyhuri, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, beserta 175 Bu Nyai Nusantara dari berbagai pondok pesantren di Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, Emil menekankan pentingnya multi peran para nyai di pondok pesantren. Menurutnya, pengabdian yang dilakukan mereka merupakan sangu urip atau bekal hidup bagi santriwan-santriwati di bawah pengasuhannya.
“Sederhananya begini, santri di pondok pesantren berbeda dengan murid di sekolah. Di pondok pesantren, tidak hanya ada pembelajaran dan pendidikan tapi juga pengasuhan. Kiai dan nyai itu ya ayah dan ibu kita di pondok pesantren yang memberikan sangu urip untuk santrinya,” ujarnya.
Menyorot peran orang tua yang diambil alih oleh para kiai dan nyai, Wagub Emil mengatakan bahwa nyai dapat membentuk gambaran perempuan sebagai bagian dari usaha pemberdayaan masyarakat.
“Orang tua dari santri-santri ini kan sudah menitipkan anaknya untuk diasuhdiasuh di pesantren untuk belajar hidup. Ada beberapa kajian di NU mengenai multi peran nyai dalam pesantren,” terang dia.
“Jadi, mereka ini bukan hanya berkontribusi dalam kepesantrenan dan keagamaan saja, tapi juga dalam budaya, sosial, serta pemberdayaan masyarakat,” terangnya.
Lebih jauh, mantan bupati Trenggalek itu berharap agar Bu Nyai Nusantara dapat bersinergi membangun anak bangsa yang bukan hanya cakap tapi juga bermartabat. Mengingat, pondok pesantren merupakan wadah pembentukan karakter.
“Pesantren ini adalah penyelenggara fungsi pendidikan berdasarkan kekhasan, tradisi, dan kurikulum pendidikan masing-masing pesantren. Saya berharap dari pesantren ini bisa membentuk santri yang unggul dan mampu menghadapi perkembangan zaman seperti membangun perspektif dalam kesetaraan gender. Di sinilah kita butuh peran para nyai mewujudkan itu,” harapnya. (ST02)