SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Beberapa tokoh dan organisasi masyarakat (ormas) dari Madura, Kamis (17/6) beraudiensi dengan Pemkot Surabaya. Hasilnya, disepakati bahwa tidak ada diskriminasi dalam penyekatan di jembatan Suramadu.
Ketua Umum Aliansi Madura Perantau (AMP), Nawadi menyatakan, bahwa viralnya soal diskriminasi ternyata hanya pemelintiran. Karena itu, audiensi dilakukan bukan untuk mencari siapa yang salah dan benar. Tapi, bagaimana ke depan dapat saling bahu membahu dan kerjasama dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Jadi mulai sekarang kita berkomitmen, dengan elemen masyarakat, dengan seluruh organisasi Madura. Kita bahu membahu, kita gotong royong terjun ke lapangan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat Madura,” kata Nawadi.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Madura Asli (MADAS), Berlian Ismail Marzuki. Dia mengaku sepakat dengan upaya pemerintah dalam memutus laju penyebaran Covid-19. Bahkan, pihaknya siap menyosialisasikan kepada masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan.
“Kita ingin seluruh orang Madura patuh protokol kesehatan. Masalah yang viral barusan itu hanya karena miskomunikasi. Jadi takutnya, dari pihak masyarakat Madura ekonomi kena. Karena apa? Di lapangan sebetulnya bukan masalah ekonomi, tapi masalah prosedural, swab,” terangnya.
Sementara itu, Korlap Aksi, Gerakan Selamatkan Jatim (GAS Jatim), Bob Hasan menyampaikan, bahwa aksi yang dilakukannya ini merupakan bentuk aspirasi dari beberapa elemen masyarakat Madura. Pada intinya, pihaknya ingin agar penyekatan ini jangan sampai menyebabkan kerumunan.
Karena itu, dia mendorong pemerintah agar pelaksanaan swab di akses Suramadu tidak hanya dilakukan satu titik lokasi. “Bagaimana agar ada beberapa posko yang harus kita didirikan, bukan cuma di Surabaya. Di Bangkalan sudah mulai mendirikan posko untuk swab juga dari pihak provinsi dan Pemkab Bangkalan. Ini yang akan meminimalisir adanya kerumunan, dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” kata Bob Hasan. (ST01)