SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – European Respiratory Society 2021 menyebutkan asma adalah penyakit tidak menular. Penyakit ini diderita 339 juta populasi di seluruh dunia. Faktor polusi lingkungan, perubahan iklim dengan temperature global yang berfluktuasi, berkontribusi langsung pada kesehatan penderita asma.
Nah, dalam momentum World Asthma Day atau Hari Asma Sedunia yang diperingati setiap 5 Mei, para penderita asma diminta sangat mewaspadai virus Corona. Sebab virus SARS COVID-19 ini umumnya memiliki gejala kesulitan untuk bernapas.
Hal ini disampaikan dokter spesialis Siloam Hospitals Surabaya, DR dr Isnin Anang Marhana, Sp.P (K), FCCP, FISR, FAPSR. Ia mengatakan penyakit asma lokasinya di bronkokonstriksi pada saluran napas, terutama di saluran nafas kecil dengan gejalanya sesak nafas yang memiliki pola khas. Misalnya, malam atau pagi hari.
Hal tersebut akan semakin diperberat apabila terpapar virus corona. Di mana lokasi penyakit adalah di jaringan paru, yang semakin memperberat gejala sesak napasnya.
Menurutnya, penderita asma, kondisi untuk terpapar virus corona dan bergejala tentu tetap ada kemungkinan. “Namun bila kita sudah menjalankan protokol kesehatan dengan baik dan melakukan manajemen pengobatan asma yang tepat, kita dapat berharap untuk menekan angka kesakitan akibat asma dan Covid-19 ini,” ungkap dr Isnin Anang Marhana.
Ia menambahkan apabila penderita asma terpapar Covid-19, harus dilihat keadaannya. “Apabila kondisinya ada indikasi rawat inap ya harus dirawat di rumah sakit. Namun apa bila kondisinya ringan dan tidak diperlukan untuk rawat inap maka bisa melakukan isolasi mandiri di rumah,” tuturnya.
Isnin Anang Maharna menyarankan para penderita asma di pandemi, supaya tetap menjalankan pola hidup sehat, seimbang antara istirahat dan olahraga, pola nutrisinya di jaga. Ia juga menganjurkan agar penderita asma menghindari makanan-makanan yang dulunya ada riwayat alergi.
Sebaliknya, obat-obatan yang disarankan dokter harus diterapkan. Dengan catatan dikonsumsi sesuai anjuran dokter, terutama obat-obatan inhaler.
“Karena obat-obatan inhaler selain berfungsi sebagai reliever juga berfungsi sebagai controller supaya tidak mudah terkena serangan asma akut,” lanjut Isnin Anang Marhana.
Di sisi lain, data Kementerian Kesehatan RI menjelaskan, angka prevalensi kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) selama 2013-2018 meningkat sampai 34 persen di Indonesia. Sebagai contoh alergi, diabetes, rematik, depresi, hipertensi, stroke, paru-paru basah, dan asma.
Dari sekian banyak kasus penyakit tidak menular yang paling banyak diidap masyarakat adalah asma. Data menunjukkan, 4,5 persen penduduk Indonesia menderita asma. Jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032 penderita.
Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, Isnin Anang Marhana mengatakan, beberapa hal yang kerap memicu timbulnya asma, seperti asap rokok, debu, bulu binatang, aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau bahkan terpapar zat kimia.
Ia menjelaskan asma dapat disembuhkan melalui cara dikontrol dengan terapi asma. Kondisi yang memicu timbulnya sesak dan alergi, misalnya saat lingkungan sekitar berhawa dingin, lingkungan yang berdebu, atau makan makanan tertentu yang dapat memicu alergi.
“Bagaimana memanage asma pada akhirnya menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Pentingnya kontrol teratur ke dokter spesialis paru guna mengetahui terapi apa yang terbaik untuk penderita asma perlu dilakukan,” pungkas Isnin Anang Maharna. (ST01)