SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Sidang perkara dugaan penipuan pembangunan infrastruktur penunjang tambang dengan terdakwa Christian Halim memasuki agenda pledoi atau pembelaan. Terdakwa Christian Halim dihadirkan dalam sidang yang digelar secara daring di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam nota pembelaannya, tim penasihat hukum (PH) terdakwa menyatakan bahwa perkara ini berawal dari penawaran yang diajukan oleh pelapor. “Polemik pembangunan infrastruktur penunjang penambangan ini terjadi akibat dampak dari adanya kerjasama kegiatan penambangan yang sebelumnya dijalin antar pihak,” ujar salah satu anggota tim PH terdakwa yang diketuai oleh Martin Lim.
Tim PH mengatakan pembangunan infrastruktur tanpa adanya kontrak tertulis. Hanya adanya Rencana Anggaran Biaya (RAB) senilai Rp 20,5 miliar dan tidak ada grand desain sebelumnya.
Mereka mengakui bahwa kewajiban pekerjaan terdakwa belum terselesaikan, seperti pembangunan kantor, Jetty (dermaga khusus), maupun beberapa jenis pekerjaan lainnya, dikarenakan adanya penghentian pekerjaan.
Sedangkan adanya kelebihan bayar sebesar Rp 9,3 miliar yang menurut perhitungan ahli ITS merupakan hanya bentuk estimasi. “Hasil perhitungan appraisal selalu berbentuk estimasi. Untuk itu, hasil perhitungan (ahli) patut dipertanyakan,” ujar tim PH.
Sebaliknya, terdakwa mengaku mengalami kerugian atas proyek ini. Berdasarkan perhitungan tim auditornya, pada proyek infrastruktur tersebut, terdakwa sudah mengeluarkan biaya sebesar Rp 21,2 miliar.
Terkait hubungan terdakwa dengan Hance Wongkar, menurut tim PH, jaksa memiliki kewajiban untuk membuktikan hal itu. “Hingga saat ini tidak jelas. Dalam persidangan terdakwa tidak pernah mengatakan bahwa Hance Wongkar selaku kerabatnya,” beber tim PH.
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan B Arianto dari Kejati Jatim mengatakan bahwa nota pembelaan yang disusun merupakan susunan opini guna membela kliennya.
“Rangkaian opini-opini tim PH terdakwa yang dituangkan dalam nota pledoinya, sama sekali tidak ada kaitannya dengan yuridis pada penanganan pokok perkara ini. Tentunya kita menolak seluruh dalil opini mereka,” ujar Novan.
Meski demikian, Novan mengatakan bahwa hal itu merupakan hak tim PH maupun terdakwa. “Sah-sah saja, semua bentuk pembelaan tujuannya untuk memperingan hukuman terdakwa,” tambah Novan.
Untuk diketahui, perkara hukum ini bermula dari terdakwa yang menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan biji nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.
Kepada pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih, terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp 20,5 miliar.
Sebelumnya, JPU Kejati Jatim menuntut terdakwa dengan dugaan perkara penipuan pembangunan infrastruktur tambang. JPU menuntutnya dengan hukuman 2 tahun dan 6 bulan pidana penjara. (ST04)