SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Pandemi Covid-19 tak mempengaruhi warga Indonesia untuk mengelola kesehatan dan keuangan. Fakta ini terungkap dari hasil survei yang dilakukan Manulife terhadap 519 responden Indonesia.
Jumlah survei ini termasuk 4.000 responden di seluruh Asia yang sudah memiliki polis asuransi atau berencana membeli polis dalam enam bulan ke depan. Ryan Charland, Presiden Direktur & CEO Manulife Indonesia mengatakan di Indonesia, pihaknya melihat minat yang tinggi terhadap perlindungan kesehatan dan perencanaan pensiun selama pandemi.
“Kami memahami di tengah situasi yang menantang ini, masyarakat ingin dapat lebih mengendalikan kondisi kesehatan serta kemapanan finansialnya. Berbekal pengalaman dan keahlian Manulife, kami menyediakan rangkaian solusi komprehensif meliputi MiUltimate Health Care untuk perlindungan kesehatan, MISSION dan MISSION Syariah untuk perlindungan kesehatan, jiwa maupun investasi,” kata Ryan Charland.
Dari hasil survei, hampir semua (95 persen) responden yang mencemaskan dampak Covid-19 telah melakukan langkah proaktif untuk meningkatkan kualitas kesehatannya. Caranya beragam. Misalnya dengan berolah raga secara teratur (58 persen) dan memperbaiki pola makan (54 persen).
Menurutnya, di Indonesia, hampir semua responden (98 persen) menyatakan mereka telah mengambil langkah untuk mengelola kesehatan dan keuangan di tengah situasi Covid. “Dengan tiga perempat responden
(74 persen) menyebutkan langkah-langkah itu meliputi berolah raga teratur dan 70 persen memperbaiki pola makan,” terangnya.
Dari seluruh responden Indonesia di dalam survei ini, 43 persen menyatakan telah berinisiatif mencari informasi seputar produk dan layanan asuransi dalam rangka merespons pandemi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan responden dari negara-negara lain (rata-rata 32 persen) terlepas dari pandangan setiap orang terhadap Covid-19, hampir semua responden di Asia (92 persen) memantau kondisi kesehatan dan kebugarannya, termasuk dari segi berat badan, kualitas tidur, tekanan darah, detak jantung, dan jumlah langkah yang dicapai.
Di Indonesia, 97 persen dari responden memantau sendiri kesehatannya, dengan tiga perempat (72 persen) turut memantau berat badan. Lalu sebanyak dua pertiga (67 persen) responden Indonesia menyatakan mereka mengawasi kualitas tidurnya. Angka ini adalah tertinggi kedua setelah Vietnam (68 persen) dan jauh melampaui rata-rata Asia sebesar 51 perse . Selain itu, dua dari lima orang responden (41persen) di Indonesia memantau jumlah langkah yang dicapai.
Separo responden Indonesia (51 persen) juga menyatakan mereka menggunakan alat pantau kesehatan, dibandingkan dengan rata-rata kawasan sebesar 46 persen. Perencanaan masa pensiun dirasa kian penting Sebanyak 88 persen responden Indonesia menyatakan, sejak Covid-19 terjadi, perencanaan masa pensiun kini dipandang semakin penting. Angka ini sangat tinggi dan berada jauh di atas rata-rata Asia yang berada pada tingkat 73 persen. Minat tinggi terhadap perencanaan masa pensiun ini mencerminkan kekhawatiran yang dirasakan 40 persen responden terhadap kemungkinan menurunnya kesejahteraan akibat Covid-19.
Minat ini juga mencerminkan ketertarikan mereka terhadap perencanaan keuangan sebagai jalan menuju kemapanan finansial di tengah situasi yang tidak menentu. Produk baru dan sarana digital makin digemari, namun pelayanan oleh tenaga pemasar tetap dicari Keinginan mengendalikan kondisi kesehatan dan keuangan sejalan dengan minat memiliki polis asuransi baru.
“Di Indonesia, hampir tiga perempat (72 persen) responden menyatakan ingin membeli polis baru dalam enam bulan ke depan sedikit lebih tinggi dari rata-rata kawasan (71 persen),” lanjut Ryan Charland.
Perlindungan dari penyakit kritis, perlindungan kesehatan secara umum, dan asuransi untuk pendidikan anak adalah beberapa hal yang diutamakan dalam rencana investasi nasabah. Hampir tiga dari lima responden Indonesia (58 persen) menyatakan merasa lebih nyaman mengelola polis menggunakan sarana digital seperti aplikasi ponsel, termasuk untuk mengajukan klaim dan memproses pembayaran, dibandingkan dengan rata-rata kawasan (52 persen).
Survei ini juga mengungkap bahwa 58 persen responden pernah berkonsultasi dengan tenaga pemasar tentang pembelian polis, persentase yang cukup tinggi mengingat tren digital yang tumbuh pesat di Indonesia.
“Preferensi nasabah terhadap layanan digital dan pendampingan oleh tenaga pemasar yang cukup seimbang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menyukai kenyamanan dari perangkat digital, tetapi juga mementingkan interaksi manusia,” tambah Ryan.
Ia melanjutkan bahwa banyak nasabah yang masih aktif berkomunikasi dengan tenaga pemasar mereka. Jadi, meskipun tren digital tampaknya akan bertahan dalam jangka panjang, kehadiran para tenaga pemasar tetap sangat berharga.
“Dalam distribusi produk, pendekatan yang kami ambil adalah omnichannel yaitu pendekatan yang memaksimalkan layanan digital dan kemampuan tenaga manusia yang unggul dalam hal berempati, membangun rasa percaya, dan memahami kebutuhan para nasabah secara menyeluruh,” paparnya. (ST06)