SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) menjadi bahan diskusi yang menarik di Komisi A DPRD Surabaya. Dalam hearing antara para legislator bidang hukum dan pemerintahan bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan pihak Pertamina itu, Senin (22/2), TPS limbah B3 jafi pembahasan.
Hadir dalam hearing di antaranya Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Pemkot Surabaya, Ali Murtadho, Christanto dan Galuh mewakili pihak Pertamina, Mohamad Fatchan dan Hoppy Heryawan mewakili Hiswana Migas.
Anggota Komisi A Fatkur Rohman mengingatkan agar ada keseimbangan antara penegakan regulasi dengan support pemerintah. Sehingga tidak merugikan salah satu pihak, apalagi Peraturan Pemerintah (PP) nya sudah tahun 2014.
Atinya, regulasi ini sudah tujuh tahun berjalan sejak diundangkan dan pada faktanya banyak SPBU yang sudah berdiri sebelum UU atau PP muncul. “Saya mohon Bagian Hukum Pemkot bisa memberikan perspektif yang proporsional perihal bahwa hukum itu beberapanya tidak berlaku surut, banyaknya SPBU yang berdiri sebelum UU dan PP muncul harus diberikan kebijikan khusus yang tidak memberatkan namun tetap tidak menabrak regulasi,” kata Fatkur.
Untuk diketahui, tujuan dalam melakukan perancangan tempat penyimpanan sementara limbah B3 ini adalah untuk mengurangi risiko pencemaran lingkungan dan bahaya keselamatan serta kesehatan bagi pekerja akibat lepasnya limbah B3 ke lingkungan. Hal ini sebagaiman disebutkan dalam PP No 101 tahun 2014, sebagai aturan pelaksanaan dari UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Saya menduga, di lapangan tidak akan seindah yang di teori dalam penerapan ini, misal ruangan untuk TPS limbah B3 ini tidak ada, harus bagaimana?” katanya.
Fatkur Rohman pun meminta Pemkot Surabaya untuk gencar melakukan sosialisasi. “Perlu ada semacam sosialisasi, bisa dalam bimtek atau apa yang mengundang seluruh pihak yang terkait. Misalnya Pertamina dan juga pihak SPBU dan asosiasinya agar ada formula terbaik untuk ini”, tambah Fatkur yang juga adalah wakil ketua Fraksi PKS ini.
Sedangkan Ali Murtadho menyatakan bahwa semua menyadari bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya sebagaimana disebutkan dalam PP 101 tahun 2014. “Namun pemerintah kota Surabaya akan membantu dan memberikan kemudahan kepada dunia usaha dalam kaitan izin TPS limbah B3 ini,” ujarnya.
Ali Murtadho mengatakan bahwa, pemkot siap berkomunikasi dan membantu, bahkan ruangan untuk TPS limbah B3 ini tidak perlu berujung pada perubahan IMB, nun cukup memakai ruangan yang tersedia.
Sedangkan Christanto menyampaikan bawah pihak Pertamina dan pihak pengusaha akan mematuhi regulasi. Tetapu ia juga meminta agar ada komunikasi intensif dengan pemkot perihal perizinan ini.
“Jika memungkinkan ke depan tidak ada regulasi yang tumpang tindih sehingga harus mengurus banyak perizinan,” katanya.
Menurut dia, pihak Pertamina sebelum mengizinkan SPBU berdiri pastinya sudah melewati banyak perizinan, UKL-UPL. Bahkan terkait genset juga ada regulasi yang harus dipenuhi dan itu pasti sudah dilewati.
“Misal kalau kita saklek dengan UU 22/2001 pasti akan sulit menerapkan Persyaratan Layak Operasi (PLO), tapi kementerian ESDM memberikan program akselerasi, ada pelatihan dan lain-lain sehingga PLO bisa tetap dipenuhi, begitu juga dengan izin TPS limbah B3 ini,” ujarnya kembali.
Hearing ditutup dengan sebuah kesepakatan bahwa Pemkot Surabaya akan membantu dan memberikan kemudahan dengan tetap mempertimbangkan regulasi. Selain itu lembaga pemerintahan ini juga siap mengadakan Bimtek /sosialiasi jika diperlukan. (ST01)