Surabayatoday.id, Surabaya – Polemik baru muncul ketika terbit Peraturan Wali Kota (Perwali) No 67 Tahun sebagai revisi atas Perwali No 28 dan Perwali No 33 Tahun 2020 terkait protokol kesehatan Covid-19. Dalam Perwali No 67 Tahun 2020 tersebut, tertuang sanksi administrasi bagi sejumlah pelanggar protokol kesehatan Covid-19, baik perseorang maupun pelaku usaha.
Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD Surabaya, Mahfudz menilai sejatinya tidak ada perubahan sama sekali atas kedua Perwali sebelumnya. Hanya perbedaan terletak dengan adanya sanksi.
“Perwali ini justru menyusahkan warga Kota Surabaya. Karena di pasal 38 (Perwali No 67 2020) setiap warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan maka disanksi administrasi Rp 150 ribu,” katanya.
Di satu sisi, Mahfudz menganggap bahwa warga Kota Surabaya membutuhkan stimulus untuk bangkit. “Bukan malah ditakut-takuti dengan sanksi,” imbuhnya.
Ia kembali menyinggung soal penutupan beberapa tempat hiburan atau wisata atas regulasi Perwali, yang justru dampak kerugiannya ada pada warga Kota Surabaya.
“Kalau mau tutup ya tutup aja. Kalau perlu ya tutup sak lawasnya (selamanya). Fraksi PKB setuju Pub, Diskotek, Karaoke Bar macam-macam itu setuju selamanya. Jangan cuma masa pandemi,” tegas Mahfudz.
Menurutnya, dalam mencegah penyebaran Covid-19 alangkah baiknya Pemkot Surabaya tidak perlu memberlakukan sanksi kepada masyarakat yang melanggar.
“Adanya pemerintah itu adalah spiritnya untuk melayani warganya. Bukan menjadi tuan bagi warganya. Perwali ini spiritnya juga harus melayani,” tuturnya.
Diketahui, pelanggar perseorangan akan disanksi sebanyak Rp 150 ribu dan usaha mikro yang melanggar harus membayar denda administrasi Rp 500 ribu. Sementara bagi usaha kecil, dikenai sanksi Rp 1 juta. (ST01)