Surabayatoday.id, Surabaya – Di masa pandemi covid-19, selain dokter dan paramedis yang lain, keberadaan tenaga keperawatan sangat penting. Bahkan badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menyatakan perawat merupakan back bone atau tulang punggung dalam pelayanan kesehatan.
Hal itu karena proporsi jumlah perawat lebih banyak dibandingkan tenaga kesehatan lain. Kemudian juga peranan mereka yang memberikan pelayanan terhadap pasien secara terus menerus selama 24 jam.
“Dengan porsi seperti itu, perawat bisa disebut garda terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus tulang punggung layanan kesehatan khususnya saat pandemi Covid-19, “ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Senin (14/12).
Pernyataan ini disampaikan Khofifah saat penyampaian pendapat gubernur Jawa Timur terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Jawa Timur Inisiatif DPRD Jawa Timur tentang tenaga keperawatan di gedung DPRD Jatim. Ia menyatakan perawat harus mendapat perhatian lebih. Salah satunya dengan adanya Raperda Keperawatan.
Selama ini, banyak ditemui berbagai masalah yang dihadapi para perawat di Jawa Timur. Antara lain, perawat yang sudah lulus sarjana dan profesi di Indonesia masih belum memenuhi standarisasi internasional. Sehingga perawat harus mengikuti pendidikan kesetaraan untuk bisa bekerja sebagai perawat di luar negeri.
Kemudian, masih terdapat lebih dari 20 ribu perawat yang tersebar di hampir seluruh daerah wilayah Jawa Timur belum bekerja secara tetap. Bahkan setiap tahun jumlah lulusan perawat baru yang lebih besar (over capacity) dibandingkan kebutuhan pada dunia medis.
Tak hanya itu, masih banyak perawat lulusan pendidikan vokasi dengan pendidikan D3 yang menjadi tulang punggung dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, terutama yang melakukan praktik keperawatan di daerah terpencil. Mereka memerlukan tambahan kewenangan, peningkatan kesejahteraan dan kompetensi.
Permasalahan berikutnya adalah terdapat sekitar 10-20 persen perawat yang melaksanakan praktik mandiri, utamanya di daerah terpencil yang melakukan praktik keperawatan di luar wewenang yang ditentukan dalam undang-undang keperawatan. Pada posisi seperti itu, perlu diberikan perlindungan hukum dan jaminan sosial bagi tenaga keperawatan dalam melaksanakan praktik keperawatan yang sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
“Masalah lainnya adalah banyak perawat belum memiliki status yang jelas, sebagian besar perawat saat ini masih berstatus sebagai perawat sukarelawan atau tenaga honor dan banyak perawat pada berbagai fasilitas kesehatan yang menerima gaji kurang memadai,” jelasnya.
Diharapkan Khofifah, dengan dibentuk raperda tentang tenaga keperawatan memiliki banyak manfaat dan tujuan. Di antaranya meningkatkan kompetensi dan profesionalisme tenaga keperawatan, menjamin dan meningkatkan kesejahteraan tenaga keperawatan dan melindungi masyarakat atas tindakan tenaga keperawatan yang belum sesuai dengan standar profesi keperawatan.
“Raperda tentang tenaga keperawatan melindungi tenaga keperawatan dalam menyelenggarakan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan dan menjamin pemenuhan jaminan sosial dalam penyelenggaraan praktik keperawatan,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Khofifah juga mengusulkan beberapa hal sebagai masukan. Di antaranya terkait keberadaan perawat sebagai tenaga kerja bidang kesehatan ataupun tenaga kerja yang akan ditempatkan di luar negeri/mencari pekerjaan dil uar negeri, Pemprov Jatim sudah mempunyai beberapa peraturan daerah yang bisa dijadikan acuan agar tidak terjadi tumpang tindih yaitu Perda Nomor 7 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, Perda Nomor 4 tahun 2016 tentang Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
“Terkait dengan perencanaan dan pengembangan tenaga keperawatan harus benar-benar memperhatikan kewenangan Pemprov Jatim. Apakah kewenangan tersebut dapat mencapai perencanaan dan pengembangan terhadap seluruh tenaga keperawatan di Jatim atau hanya sebatas tenaga keperawatan pada fasilitas kesehatan yang dimiliki Pemprov Jatim,” lugasnya.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, banyak terdapat perubahan pada peraturan perundangan yang dijadikan dasar hukum penyusunan raperda ini. Maka dari itu, harus benar-benar memperhatikan perubahan pada undang-undang dimaksud. Terkait dengan beberapa hal yang lebih rinci yang berhubungan dengan legal drafting dan materi yang lain dapat dilakukan koreksi pada saat pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut. (ST02)