Surabayatoday.id, Surabaya – Siapa yang tidak tahu Risma? Pertanyaan yang mudah dijawab. Ya, jawabannya adalah banyak orang pasti tahu Risma. Sebab perempuan dengan nama asli Tri Rismaharini itu memang sudah viral.
Risma viral dengan cara kepemimpinannya, viral dengan apa yang dipikir, dikonsep dan direalisasikan, juga viral dengan penghargaan-penghargaan yang telah diperoleh. Termasuk pula viral dengan aksi-aksi nyata dia menjadi leader.
Bukan rahasia jika melihat Srikandi yang dulunya Kepala Bappeko Surabaya itu menyapu di jalan, membaur dengan pasukan kuning. Rasanya juga tidak aneh melihat Risma menyiram tanaman, ikut mengatur kemacetan lalu lintas, membantu tim PMK memadamkan kebakaran, bahkan nyemplung selokan.
Semua itu sudah banyak dikupas media massa dan muncul di media sosial (medsos). Bahkan di pandemi Covid-19 ini, ia tak risih dibonceng motor, masuk kampung-keluar kampung, untuk sosialisasi pemakaian masker dan penerapan protokol kesehatan.
Tetapi ada satu hal yang mungkin luput dari bidikan. Apa itu? Risma adalah Srikandi Surabaya yang mendunia.
Bukan karena penghargaan-penghargaannya. Bukan pula karena viralnya. Tetapi karena dunia internasional memang telah mengakui kiprahnya. Ini dibuktikan bahwa Risma adalah satu-satunya wali kota asal Indonesia yang didaulat bicara di empat sesi di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihadiri ratusan kepala negara. Woow.
Jika presiden bicara di depan presiden, itu wajar. Menteri presentasi di depan presiden negara lain, itu juga wajar. Demikian juga bila yang bicara itu gubernur.
Tetapi ini adalah sekelas wali kota. Apalagi Risma presentasi di depan ratusan kepala negara. Ini istimewa. Baru Risma satu-satunya wali kota asal Indonesia yang mendapat kesempatan langka itu di forum PBB, di markas besarnya, New York.
Peristiwa ini sebetulnya sudah terjadi 2019 lalu. Namun rahasia itu belakangan baru terkuak, tepatnya saat Risma meresmikan SMPN 62 di Kecamatan Gununganyar, 19 Agustus 2020 lalu.
Di hadapan Forpimda, Muspika, kepala sekolah dan perwakilan guru, sebelumnya Risma berpesan memacu anak didiknya agar berprestasi. Ia berpesan jangan lagi ada istilah sekolah pinggiran dan sekolah favorit.
“Semua sekolah sama saja. Yang penting adalah sekolah mampu menciptakan anak-anak tangguh, berkarakter, memiliki daya saing,” kata Risma.
Ia juga menyebut tidak ada anak yang bodoh, sebab Tuhan memberikan kesempatan yang sama pada setiap manusia.
Menurut mantan kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan ini, yang ada adalah anak yang rajin belajar dan malas belajar. Karena itu jika ada anak yang belum mampu menangkap pelajaran, ia minta anak tidak dianggap bodoh.
“Yang harus kita lakukan adalah memotivasi anak itu agar mau belajar lebih rajin,” terangnya.
Nah, dari sinilah rahasia itu terkuak. Mungkin karena keceplosan, Risma lantas mencontohkan dirinya sendiri. Ia mengaku tidak pernah bermimpi jadi wali kota. Padahal ia juga tidak sekolah di sekolah yang favorit.
Namun karena memiliki kemauan belajar, ia mampu meneruskan pendidikan, menjadi PNS, dan kini wali kota. “Dan saya pernah diundang PBB untuk bicara di hadapan para kepala negara. Saya sendiri kaget, wali kota Surabaya diminta bicara di hadapan ratusan kepala negara,” ujarnya.
Dari ‘keceplosan’ itu, Risma memberikan gambaran bahwa upaya yang dilakukan siapapun, jika berhasil, pengakuan dari pihak lain akan datang dengan sendirinya. Contohnya Surabaya. Banyak penghargaan diperoleh dari dalam negeri atau luar negeri.
Salah satunya adalah menjadi pembicara dalam forum PBB itu. “Saya kaget. Kenapa saya yang dipilih? Kenapa tidak memilih wali kota dari kota lain dan negara lain?” tambahnya.
Jika mereview ke belakang, peristiwa itu terjadi satu tahun silam, tepatnya pada 23-25 September 2019. Waktu Risma diundang menjadi pembicara di markas besar PBB.
Bahkan Risma tampil dalam empat sesi. Sesi pertama ia menjadi pembicara di United Nations (UN) Climate Action Summit. Dalam sidang PBB itu dibahas terkait penanganan perubahan iklim dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres.
Sidang PBB itu membahas dampak pembangunan yang berkelanjutan. Forum ini menyatukan ratusan pemimpin dari pemerintah, bisnis dan masyarakat sipil. Mereka bersama-sama mancari solusi terhadap tantangan utama seputar perubahan iklim, kesehatan, inklusi, dan teknologi. Sementara itu Risma bicara tentang Sustainable Transportation, yakni upaya Pemkot Surabaya mengurangi penggunaan sampah plastik melalui layanan transportasi Suroboyo Bus.
Forum kedua, Risma kembali jadi pembicara. Kali ini di World Economic Forum dengan tema “Scaling Up Local Climate Action for Global Impact” bertempat di Convene 730 Third Avenue, New York. Usai itu, ia bicara kembali pada forum Local and Regional Governments Forum (UCLG World).
Selanjutnya di hari itu, Risma berbicara terkait SDGs (Sustainable Development Goals). “Saya menjadi pembicara sebagai wali kota Surabaya,” kata wali kota perempuan pertama di Surabaya ini.
Sementara itu, pada hari ketiga, Rabu (25/9/2019), Risma kembali menjadi pembicara pada sesi keempat, yakni “Localizing the SDGs”. Selama tiga hari, Risma adalah wali kota pertama dari Indonesia yang menjadi empat pembicara di sidang PBB.
Saat itu Risma menjelaskan tentang penanganan ketahanan pangan hingga pengentasan kemiskinan. Dalam penanganan ketahanan pangan, ia menuturkan di Surabaya telah diterapkan program urban farming sejak tahun 2010.
Bahkan, urban farming yang diterapkan Pemkot Surabaya tidak menggunakan pestisida, melainkan hanya menggunakan pupuk alami.
“Warga kami ajak untuk menanam buah-buahan, sayuran, dan padi di tanah milik pemerintah dan juga di lingkungan mereka masing-masing. Pemkot pun memberi mereka benih dan peralatan gratis,” ungkap Risma dalam paparannya.
Ia menjabarkan pula bahwa Pemkot Surabaya juga mendukung petani garam, perikanan dan peternakan. Bahkan, saat ini pemkot sudah merevitalisasi kampung nelayan sambil mendorong mereka untuk membuat kolam ikan demi meningkatkan produktivitasnya. Tujuannya agar mereka dapat menikmati penghasilan yang lebih baik dari bisnis mereka.
“Sedangkan untuk mengendalikan inflasi, Pemkot Surabaya secara teratur membuat operasi pasar murah,” kata dia.
Sementara untuk meningkatkan gizi warga, Pemkot Surabaya telah menyediakan makanan gratis setiap hari untuk 35 ribu warga, bahkan lebih. Mereka ini baik orang cacat, anak-anak yatim dan penghuni Liponsos.
Selain itu, pemkot juga memberikan makanan tambahan untuk 255 ribu lebih orang yang mengalami pasien HIV/AIDS, pasien kanker, ibu hamil, hingga pekerja sosial.
Tak hanya itu, Risma juga menjelaskan langkah pemkot dalam mengatasi masalah kemiskinan. Yakni pemkot memiliki program Pahlawan Ekonomi yang mendorong warga Surabaya untuk membuat usaha atau UMKM sambil diberi pelatihan gratis setiap minggu.
“Program ini awalnya hanya 89 orang pada 2010, kini telah berkembang menjadi 9.500 orang,” tambahnya.
Di samping itu, pemkot juga telah meluncurkan program pejuang muda yang dikhususkan bagi anak-anak muda yang ingin memulai bisnis atau usahanya. Mereka juga diberi pelatihan seperti Pahlawan Ekonomi.
Mantan Kepala Bagian Bina Program ini menambahkan, semua program itu tujuan utamanya adalah kesejahteraan warga dan meningkatnya kualitas hidup warga. Terbukti, berbagai program Pemkot Surabaya telah berhasil mengurangi area banjir dengan signifikan, meningkatkan kualitas udara, penurunan suhu 2 derajat, penurunan tingkat penyakit dan penurunan kekurangan gizi, serta pengurangan inflasi.
“Saat ini, daya beli masyarakat Surabaya juga meningkat dan itu artinya ada peningkatan dalam bidang ekonomi lokal,” terangnya panjang lebar.
Kesimpulannya, apakah ini kebetulan? Tentu bukan. Risma go international karena kiprahnya membangun Surabaya telah dilalui dengan keberhasilan di banyak bidang.
Singkatnya, Risma menjadi pemimpin Surabaya sudah diakui luar negeri. Risma adalah Srikandi Surabaya yang mendunia. (ST01)