Surabayatoday.id, Malang – Pandemi Covid-19 mengubah pembangunan ketenagakerjaan nasional menjadi lebih kompleks karena banyak bermunculan sejumlah tantangan baru. Data Kementerian Ketenagakerjaan per (27/5) menunjukkan bahwa sebanyak tiga juta tenaga kerja terdampak pandemi. Mayoritas pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah mereka yang berusia 15-29 tahun atau masuk pada Angkatan Kerja Muda.
Untuk itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mendorong para angkatan kerja muda di Jatim untuk mampu bertahan di tengah berbagai dampak dan tantangan akibat pandemi Covid-19. Salah satunya melalui program Millenial Job Center (MJC).
“Mereka sebagian besar terdampak karena kurangnya pengalaman dan keterampilan serta sedikitnya jaringan sosial, mayoritas bekerja di sektor informal dengan upah rendah, dan sebagainya. Melalui MJC kami terus mendorong angkatan kerja muda agar muncul talenta-talenta baru yang nantinya mampu bertahan terutama di era normal baru,” kata Emil. Hal ini disampaikannya saat Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Online Talenta MJC di Era New Normal Tahun 2020 di Kantor Bakorwil Malang, Selasa (13/10).
Emil mengatakan, sebelum adanya pandemi Covid-19, 267 juta generasi muda di seluruh dunia dalam kondisi tanpa pekerjaan, pendidikan dan pelatihan. Di Indonesia sendiri, meskipun 86,3 persen angkatan kerja muda telah bekerja, namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) justru lebih dari separo angkatan kerja muda, dengan persentase mencapai 72,8 persen atau setara dengan 5,13 juta penduduk.
Menurutnya, beberapa permasalahan yang banyak dialami oleh angkatan kerja usia muda di antaranya spesifikasi pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Selain itu keahlian yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, serta kurangnya pengetahuan terhadap lowongn pekerjaan dan beberapa masalah lainnya.
Adanya pandemi Covid-19, sebut Emil, telah mempercepat penetrasi teknologi digital di Indonesia. Penggunaan teknologi (otomatisasi) menjadi pilihan praktis korporasi untuk mencegah kebangkrutan. Risiko otomatisasi ini akan menggerus angkatan kerja muda karena pekerjaan mereka lebih mudah untuk diotomatisasikan.
Agar mampu bertahan terutama di era pandemi, lanjutnya, angkatan kerja muda ini dapat mencoba peluang bisnis baru atau pekerjaan sampingan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi misalnya bisnis online baik melalui marketplace ataupun media sosial lainnya. “Apalagi selama pandemi ini aktivitas belanja online masyarakat meningkat sebesar 35,3 persen dan 46,9 persen generasi muda belanja online,” kata Emil.
Tidak hanya itu, angkatan kerja muda juga bisa melakukan survival mood dengan menjadi pekerja lepas atau freelancer. Menurutnya saat ini realitanya mencari pekerjaan tidaklah mudah. Namun, freelancer ini mampu bekerja secara independen mencari klien dan tidak terkekang oleh perusahaan.
“Kata kuncinya, seorang freelancer harus mampu bekerja mandiri, financial planningnya harus baik. Freelancer waktunya fleksibel. Produktivitas itu dinilai dari output. Jadi harapannya melalui MJC ini kita dapat membentuk freelancer yang profesional holistik mulai etos kerja sampai dengan financial planning atau mengelola keuangannya dengan baik,” katanya. (ST02)