SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK Jatim) menggelar klarifikasi terkait isu berbahaya mengenai bahan asbes yang dapat menyebabkan penyakit asbestosis. Klarifikasi ini melibatkan pelaku usaha asbes yang tergabung dalam Fiber Cement Manufacturers Association (FICMA).
Pada pertemuan klarifikasi yang digelar di ruang pertemuan Graha Pacific, Jalan Basuki Rachmat, Surabaya, 15 November 2024 lalu itu, hadir Executive Director FICMA Jisman Hutasoit dan ahli kesehatan masyarakat, Prof. Dr. Ir. Sjahrul Meizar Nasri, M.Sc., yang juga merupakan Guru Besar Universitas Indonesia (UI). Selain itu, hadir pula perwakilan dari pabrikan asbes di Jawa Timur.
Dalam pertemuan tersebut, Jisman Hutasoit memberikan penjelasan bahwa para pelaku usaha di FICMA menjalankan usaha dengan itikad baik. Hal ini merupakan bagian dari kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Ia mengungkapkan bahwa produk fiber cement yang mengandung asbes putih (chrysotile) tidak berbahaya. “Kandungan serat asbes putih dalam produk atap bangunan hanya sekitar 7-8%, sementara sisanya adalah semen (87-88%) dan kertas (5%),” katanya.
Sedangkan Prof. Dr. Ir. Sjahrul Meizar Nasri, M.Sc., menjelaskan bahwa asbes adalah kelompok serat mineral silikat yang terdiri dari magnesium dan logam besi. Asbes telah digunakan sejak tahun 2500 SM di Finlandia untuk membuat pot dari tanah liat. Sedangkan penggunaan asbes di industri dimulai pada tahun 1880 dengan sumber deposit utama di Quebec (Kanada), Afrika Selatan, dan Pegunungan Ural (Rusia).
Ia menyatakan terdapat dua jenis asbes, yakni serpentine (terdiri dari chrysotile) dan amphibole (yang meliputi crocidolite, amosite, anthophyllite, actinolite, dan tremolite).
Diterangkan, penggunaan asbes biru (crocidolite) telah dilarang sejak tahun 1985. “Sementara asbes putih (chrysotile) masih diizinkan untuk digunakan dan diperdagangkan di Indonesia,” ujarnya.
Sjahrul menerangkan sifat-sifat umum asbes meliputi kemampuannya untuk dipintal, tahan panas, tahan listrik, memiliki daya regang tinggi, tahan terhadap bahan kimia, dan tahan gesekan. Asbes putih (chrysotile) digunakan sebagai bahan penguat (reinforcing agent) dalam produk fiber-cement, seperti pipa, atap, dan langit-langit, serta dalam berbagai produk lainnya seperti bahan penghambat api, bahan pembuatan rem, dan bahan isolasi pada kapal dan bangunan.
Di sisi lain, Ketua YLPK Jatim, Muhammad Said Sutomo, memberikan tanggapan atas penjelasan tersebut. Ia mengingatkan bahwa dalam konsiderans Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional, serta memiliki kewajiban untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang aman dan bermanfaat bagi konsumen. Ia menegaskan bahwa konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai barang dan jasa yang mereka beli.
“Ini sesuai dengan Pasal 4 huruf c dan Pasal 7 huruf b UUPK,” ungkapnya.
YLPK Jatim mengusulkan agar dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah terdapat kontaminasi asbes di udara saat pemasangan, penggunaan, atau pembongkaran produk berbahan asbes.
Menanggapi hal ini, Sjahrul Meizar Nasri meminta YLPK Jatim untuk melakukan eksperimen dengan menghancurkan produk fiber-cement berbahan asbes di ruang tertutup dan menguji udara di dalam ruangan untuk mengetahui apakah terkontaminasi asbes putih (chrysotile) yang dapat menyebabkan asbestosis, sesuai dengan isu yang beredar.
YLPK Jatim menyanggupi untuk melakukan eksperimen tersebut. Hal ini guna memastikan bahwa masyarakat tidak disesatkan oleh informasi yang keliru terkait produk berbahan asbes putih (chrysotile) yang menyebabkan asbestosis. (ST01)