SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Rumah Anak Prestasi (RAP) menjadi pelopor pemenuhan hak anak di Kota Surabaya. Melalui RAP, anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki ruang mengembangkan keterampilan dan kompetensinya. Bahkan, hasil karya anak-anak tersebut telah diminati pasar.
Seperti Qurota Ayun (13) dan Aqsa (18), perwakilan RAP. Mereka menampilkan karya busana hasil kerajinan batik kepada perwakilan United Nation Childern’s (UNICEF), dalam Diskusi Anak dan Remaja ‘Pekerja Abad 21 dan Pemenuhan Hak Anak’, di Gedung Teknik Informatika ITS, Rabu (31/7).
Kepala UPTD Kampung Anak Negeri, Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya, Eva Rachmawati mengatakan RAP sebagai salah satu contoh pemenuhan hak anak. “Memberikan edukasi, wawasan, pelatihan, maupun informasi sehingga anak-anak disabilitas di Surabaya semakin produktif dan memunculkan prestasi yang membanggakan,” katanya.
Eva menjelaskan, hasil karya dari anak-anak disabilitas di RAP tidak hanya batik, ada hasil kerajinan lainnya, seperti lukisan, sablon, dan jahitan. “Banyak sekali produk yang dihasilkan, salah satu karya yang kita bawa hari ini adalah batik lukis dan abstrak. Kita juga pasarkan produk mereka secara online,” jelasnya.
Saat ini, RAP ada di empat lokasi. Yakni di Nginden Semolo, Sono Indah, Kedung Cowek, dan Dukuh Menanggal. Masing-masing RAP, kini menampung 200 anak disabilitas.
“RAP untuk mengembangkan bakat minat menjadi suatu prestasi. Di dalamnya ada instruktur yang akan membantu mendampingi dan mengajari anak-anak. Contoh berapa lamanya pembuatan suatu karya batik, tergantung motif dan berapa banyaknya warna,” urainya.
Selain menempuh pendidikan formal, Eva melanjutkan bahwa mereka juga mengikuti kegiatan pelatihan. Tidak hanya itu, RAP juga memiliki fasilitas berupa layanan kesehatan dan medis, konseling, hingga pembelajaran yang bisa dimanfaatkan masyarakat secara gratis.
Sementara itu, Kepala Perwakilan UNICEF Pulau Jawa Arie Rukmantara menyampaikan, anak-anak di Provinsi Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya telah menunjukkan inovasinya untuk masa depan. “Anak-anak disabilitas pun berkarya, dan karyanya juga diminati oleh para pengusaha. Bahkan, para pengusaha bilang kalau ada event, suplay nya bisa dari produk anak-anak disabilitas,” ujar Arie.
Melihat inovasi yang ditawarkan oleh anak-anak disabilitas Kota Surabaya, ia menilai bahwa Pemkot Surabaya memiliki cara strategis dalam pemenuhan hak anak, yakni community parenting. Apabila orang tua memiliki kesulitan, baik disabilitas atau keterbatasan, pemkot dapat membantu.
“Orang tua dan pemerintah saling bertanggung jawab. Bahkan, sebagian (pemkot) mengambil alih peran orang tua, seperti memberikan kursus dan pelatihan gratis, semuanya serba gratis dan semua disalurkan untuk dikaryakan,” tambahnya. (ST01)