SURABAYATODAY.ID, BOJONEGORO – Ajaran Samin masih melekat dan menjadi contoh penganutnya di Dusun Jepang, Desa Margomulyo, kabupaten Bojonegoro.
Generasi kelima pendiri ajaran Samin, Bambang Sutrisno menuturkan, Samin mempunyai arti sami-sami atau sama-sama dan jangan dibeda-bedakan. Bambang yang merupakan putra sesepuh Kampung Samin, Mbah Harjo Kardi ini menyebut, guyub rukun dan gotong royong sangat diutamakan dalam ajaran ini.
“Ajaran Samin itu garis besarnya kita semua itu sama. Ajaran Samin itu ajaran universal. Di semua agama apapun pasti ada dan di suku apapun pasti ada,” kata Bambang.
Ia menambahkan, dalam ajaran Samin di Bojonegoro, para pengikutnya diajarkan lima pitutur luhur. Pertama soal laku jujur, sabar, trokal, lan nrimo. Kedua, ojo dengki srei, dahwen kemiren, pekpinek barange liyan. Ketiga ojo mbedo mbedakno sapodo padaning urip, kabeh iku sedulure dewe. Keempat ojo waton omong, omong sing nganggo waton. Lalu terakhir biso roso rumongso.
Di Kampung Samin yang berada di Dusun Jepang, Desa Margomulyo ini masyarakatnya sudah berbaur menjadi satu. Namun dalam kehidupan sehari-hari, tradisi Samin paling terlihat saat kegiatan sedekah bumi dan pernikahan.
“Saat Nyadran yang biasa digelar setahun sekali dan jatuh pada hari Senin pon. Setiap habis panen raya itu ada acara ngaturi pada hari Minggu pahing yang biasa di sebut dengan istilah “Nggemblang” (Ngempalake Sanak Kadang/Mengumpulkan Semua Saudara).
“Ngaturi ini mengundang orang warga luar dusun Samin untuk datang ke rumah kami, ada orang datang ke rumah saya, kita beri makan, pindah ke rumah warga tetangga juga diberi makan. Pokoknya makan-makan gantian itu,” ungkap Bambang.
“Kalau tasyakurannya biasanya kita laksanakan langsung jadi satu di rumahnya kasun,” jelas Bambang.
Selain itu, warga Samin dalam prosesi pernikahan wajib ada pernikahan adat sebelum proses pencatatan akta nikah. Pernikahan adat ini hanya berjalan beberapa menit. Di mana Wali yang menikah tidak boleh diwakilkan. Acara ini dilaksanakan sebelum Senja Tiba (wanci Syrup) tiba.
“Jadi bapaknya manten ini ada bacaan menikahkan (Nurunke wali) yang kemudian dijawab oleh temanten Laki – Laki dengan ucapan/kata (Syahadat Manten). Dalam pernikahan memang tidak ada paksaan. Jadi tidak harus warga Samin menikah dengan warga Samin pula,” tambahnya.
Ajaran Samin di Bojonegoro untuk saat ini telah terdaftar di Pemerintah dan menjadi warisan budaya tidak benda. Dalam rangka melestarikan warisan budaya luhur, di kampung Samin kini sering diadakan berbagai festival.
Selain itu, kegiatan karawitan atau gamelan yang merupakan seni budaya warisan leluhur juga sering digelar di sini.(ST10)