SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Seperti negara-negara berkembang pada umumnya, timbunan sampah di Indonesia masih didominasi sampah organik. Agar potensi sampah tersebut tak terbuang sia-sia, tiga mahasiswa dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang waste house sebagai sarana pengolahan kompos terintegrasi.
Hal ini berawal dari keprihatinan akan tumpukan sampah yang ada di di Pasar Ngemplak, Tulungagung. Akhirnya, tim yang terdiri dari Mochammad Ashar Khanafi, Cahyo Maulana Asrofi, dan Muhammad Faisal Sadiqi tersebut mengkonsep waste house yang mampu mengurangi volume limbah pasar sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Mochammad Ashar Khanafi menjelaskan bahwa waste house adalah sebuah bangunan untuk mengumpulkan sampah yang dilengkapi dengan pengolahan kompos. Diurutkan olehnya, proses pengolahan dimulai dari pemilahan limbah yang dihasilkan dari aktivitas di Pasar Ngemplak.
“Setelahnya, baru dilakukan pencacahan, pengeringan, dan masuk ke wadah pengomposan,” bebernya.


Selain pengomposan secara terpusat di waste house, Ashar mencetuskan bahwa terdapat sistem waralaba, yaitu pengolahan kompos secara kolektif oleh masyarakat sekitar Pasar Ngemplak. “Maksudnya, masyarakat dapat memproduksi kompos secara mandiri di rumah dengan sumber sampah yang disediakan oleh waste house,” terangnya.
Menurut Ashar, waste house juga menjadi sarana pendukung sistem ekonomi sirkular. Ia mengungkapkan, kompos yang dihasilkan nantinya akan dijual kepada petani dan pemilik perkebunan. Dengan begitu, diharapkan komoditas mutu pangan yang dihasilkan bisa meningkat dan memasok kembali persediaan penjualan di pasar.
Ditambahkan, konsep waste house bisa diterapkan di mana saja dengan menyesuaikan karakteristik daerah masing-masing. Ia berharap, konsep ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat, khususnya oleh pemerintah daerah.
“Semoga konsep ini bisa meningkatkan ekonomi masyarakat dan juga komoditas perkebunan,” pungkasnya. (ST05)