SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Pemkot Surabaya terus berupaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Penghasilan Rendah (MBR) dengan berbagai program. Salah satunya dengan program padat karya di bulan Maret 2022.
Untuk mendukung hal itu, maka Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) dioptimalkan untuk pemberdayaan bidang usaha pertanian dan bidang usaha non pertanian.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, MBR diharapkan bisa memanfaatkan aset milik Pemkot Surabaya, baik dalam sektor pertanian dan non-pertanian. Seperti, jenis usaha cuci mobil, laundry, menjahit, rumah produksi batik, kafe, hingga sentra wisata kuliner.
“Surabaya memiliki banyak aset, maka untuk mengentaskan kemiskinan, gizi buruk maupun stunting, maka harus ada pekerjaan untuk warga kami yang menganggur,” katanya, Kamis (7/4).
Menurut dia, pemerintah yang berperan sebagai fasilitator, memiliki tugas untuk menunjang kegiatan masyarakat untuk menghasilkan pendapatan untuk menaikkan taraf hidup. Maka, lahan tersebut harus dimanfaatkan oleh tenaga kerja yang berasal dari kalangan MBR Kota Surabaya.
“Jumlah MBR di Surabaya sebanyak 979,624 jiwa dan hal ini harus bisa berkurang pada tahun 2022, menjadi 300 ribu jiwa. Bagaimana caranya? Pemerintah bersama DPRD Kota Surabaya dan stakeholder akan saling bersinergi untuk mengentaskan kemiskinan,” jelasnya.
Selain itu, pada proses pengolahan lahan, para MBR akan mendapat pendampingan oleh para ahli. Pemkot Surabaya juga membagi mereka dalam memanfaatkan lahan, yaitu berdasarkan lokasi tempat tinggal.
Hal ini dilakukan, untuk upaya antisipasi adanya aset yang akan dimanfaatkan oleh perseorangan. “Jadi sudah ada nama-nama kelompok MBR yang bertanggung jawab di setiap lahan dan pasti akan menjadi pengawasan kami dan DPRD Kota Surabaya,” tambah Eri.
Ia menjelaskan, bahwa program padat karya ini juga dikuatkan melalui Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Melalui SEB, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sepakat menetapkan, minimal 40 persen alokasi belanja barang dan jasa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dikerjakan UMKM.
“Ini menjadi tantangan, karena kita harus merubah pola pikir masyarakat yang terbiasa ingin mendapat bantuan, untuk mau bekerja dan berusaha. Di sisi lain, kita terus memberikan pelatihan, agar mereka terbiasa mandiri,” terang mantan kepala Bappeko ini. (ST01)