SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendapat penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK). Penghargaan dalam kateegori Pembina Pemberdayaan Masyarakat Perhutanan Sosial Provinsi Jatim.
Penghargaan ini diraih karena Provinsi Jatim menempati posisi puncak dalam capaian perhutanan sosial di Pulau Jawa. Capaian perhutanan sosial di Jawa Timur merupakan tertinggi di Pulau Jawa. Berdasarkan data Kementerian LHK, Perhutanan Sosial di Jawa Timur telah terealisasi seluas 176.223,54 hektare atau sebesar 55,98 persen dari total capaian di Pulau Jawa. Sedangkan Jawa Tengah sebesar 25,24 persen, Jawa Barat sebesar 12,25 persen, Banten sebesar 6,042 persen dan DI Yogyakarta sebesar 0,50 persen.
Jatim juga menempati posisi teratas dalam hal jumlah SK terbit. Dimana Jumlah SK terbit sebanyak 348 unit SK atau 53,95 persen dari total capaian di Pulau Jawa. Sedangkan Jawa Barat sebesar 20,31 persen, Jawa Tengah sebesar 13,95 persen, DI Yogyakarta 6,98 persen dan Banten sebesar 4,81 persen.
Dari 348 unit SK perhutanan sosial, sebanyak 303 unit merupakan SK Kulin KK (Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan) atau sebesar 32,48 persen dari total capaian SK Kulin KK Nasional dan Jawa Timur menjadi provinsi yang paling banyak memperoleh SK Kulin KK.
Kemudian, Jumlah petani penggarap sebanyak 120.990 kepala keluarga atau 68,07 persen dari total capaian di Pulau Jawa. Sedangkan Jawa Barat sebesar 11,79 persen, Jawa Tengah sebesar 11,00 persen, Banten sebesar 6,32 persen dan DI Yogyakarta sebesar 2,82 persen. Saat ini di Provinsi Jatim juga terdapat 4.538 Kelompok Tani Hutan (KTH) dan 348 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).
Khofifah mengatakan pelaksanaan pengelolaan perhutanan sosial ini membutuhkan dukungan dan kerjasama berbagai pihak agar dapat mewujudkan tujuan perhutanan sosial sehingga dapat tercipta kemandirian ekonomi masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan terciptanya keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
“OPD terkait di provinsi dan kabupaten/kota untuk dapat melakukan terobosan-terobosan kebijakan yang terintegrasi sehingga ada keterpaduan program mengingat kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis perhutanan sosial bersifat lintas urusan pemerintahan, perencanaan dan penganggaran,” kata Khofifah.
Menurutnya, salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja subsektor kehutanan dalam mendukung subsektor pertanian adalah meningkatkan peran dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan berbasis agroforestri, untuk peningkatan produktifitas hutan.
Salah satunya dengan memperluas area perhutanan sosial yang terintegrasi dengan beberapa sektor pertanian seperti kopi dan kakao, kemudian juga memperluas dan memberikan support dalam akses permodalan dan pendampingan. Apalagi beberapa KUPs di Jatim telah menjalankan usaha produksi, terdiri dari komoditas agroforestri, buah-buahan, ekowisata, wisata alam, dan lain- lain.
“Beberapa waktu lalu Puslit Kopi dan Kakao di Jember telah mengadakan survei dan hasilnya detail sekali. Misal untuk menanam kopi dan kakao butuh lahan berapa banyak, menyerap tenaga kerja berapa. Jadi dari survei ini saya mengajak beberapa organisasi pemuda seperti GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah juga Kwarda Pramuka untuk ikut melakukan pemetaan bila akan dikembangkan di perhutanan sosial,” katanya.
Lebih lanjut, Khofifah menambahkan, untuk mengoptimalkan dukungan kebijakan pengelolaan perhutanan sosial di Jatim sendiri, dapat dimanfaatkan kebijakan supporting, baik berupa Spacial East Java Supercoridor di 5 Bakorwil untuk peningkatan kualitas produk dan nilai tambah produk Kelompok Tani Hutan, LMDH maupun KUPS. Sedangkan untuk aspek pembiayaan, dapat dimanfaatkan kredit program dari PT Bank Jatim maupun PT Bank UMKM Jawa Timur dengan bunga murah. (ST02)