SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berbicara tentang penanganan stunting di Surabaya. Menjadi salah satu pembicara dalam webinar, dengan tema ‘upaya komprehensif penurunan angka kematian ibu dan pencegahan stunting’ yang digelar daring oleh Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa (28/12, Eri membeberkan, bahwa Pemkot Surabaya secara terintegrasi telah memiliki program yang dirancang dari hulu ke hilir.
Ia menyatakan program yang disusun itu untuk melakukan pencegahan kematian ibu dan penanganan bayi stunting di Kota Surabaya. Dimulai dari data real time (saat itu juga) terkait kelahiran bayi dari setiap rumah sakit.
“Kami memiliki data itu dengan berapa berat dan tinggi bayi yang baru lahir. Artinya kami sudah mulai melakukan deteksi dan pencegahan dari awal,” katanya.
Sejak tiga tahun terakhir, kata dia, Pemkot Surabaya sudah bekerjasama dengan Kantor Urusan Agama (KUA). Setiap calon pengantin yang hendak mendaftar untuk menikah, harus mendapatkan pendidikan pernikahan yang diberikan oleh bidan, untuk mendapatkan sertifikasi.
“Ketika sertifikasi sudah didapatkan dari bidan, KUA bisa menikahkan calon pasangan tersebut. Pendampingan tersebut, kami mulai sejak pranikah, kemudian saat ibu mengandung, hingga bayi yang telah lahir selama 1000 hari akan kita dampingi, dan data ini akan terkoneksi dengan data kami,” jelas dia.
Selanjutnya, terkait dengan penanganan stunting di Kota Surabaya, Wali Kota Eri mengaku bila pada tahun 2020 terdapat 5 ribu lebih bayi stunting di Kota Surabaya. Namun, setelah mendapat pendampingan sejak bulan Oktober 2021, jumlah tersebut menurun drastis, hingga mencapai 1.300 bayi stunting.
“Pendampingan yang diberikan oleh Pemkot Surabaya adalah dengan menggandeng depan fakultas kedokteran di perguruan tinggi yang ada di Kota Surabaya untuk memberikan pemeriksaan dan vitamin,” kata dia.
Perguruan tinggi tersebut adalah Universitas Airlangga (Unair), Universitas Wijaya Kusuma (UWK), Universitas Hang Tuah, Universitas Widya Mandala (UWM), Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Muhammadiyah, Universitas Ciputra (UC), dan Universitas Surabaya (Ubaya).
Eri pun menyatakan langsung menggeber seluruh jajarannya untuk memberikan penanganan terbaik, dengan menargetkan zero stunting di awal tahun 2022, yakni Kota Surabaya bebas stunting pada bulan Januari 2022 atau paling lambat pada bulan Februari 2022.
“Selanjutnya, pada penanganan gizi buruk di Kota Surabaya di tahun 2020, terdapat 196 balita terkonfirmasi sebagai balita dengan kondisi gizi buruk. Namun, sejak memasuki tahun 2021, angka tersebut turun menjadi 159 balita,” terang dia. (ST01)