Terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota Surabaya hasil Pemilukada 9 Desember 2020 lalu, duet Eri Cahyadi dan Armuji terbentur pandemi Covid-19. Pedal gas pembangunan tidak bisa langsung diinjak kuat karena Covid-19 sedang merajalela. Duet yang diusung “Si Merah” PDIP ini mampu “menghijaukan” Surabaya. Keduanya berjuang mengubah Surabaya yang berstatus zona merah menjadi zona hijau.
SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Tentu bukan dengan kata ‘simsalabim’ mengubah zona merah ke hijau ini. Eri-Armuji harus berjibaku mengerahkan konsentrasi dan kerja keras menurunkan level dari tahap ke tahap itu.
Dari zona merah menjadi oranye, kuning, lalu hijau. Dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, PPKM Mikro, PPKM level 4, turun ke level 3, lalu meloncat ke level 1.
Sampai-sampai, demi PPKM level 1 ini, Eri mengambil kebijakan ‘luar biasa’. Ia mengirimkan tenaga kesehatan (nakes) Surabaya untuk diperbantukan melakukan vaksinasi di Sidoarjo, Gresik, bahkan Bangkalan.
Ia menuturkan wilayah aglomerasi (Surabaya-Sidoarjo dan Gresik) atau yang biasa disebut Surabaya Raya adalah kesatuan wilayah yang tak terpisahkan. Hal ini termasuk dalam penanggulangan Covid-19.
“Selalu saya katakan, pergerakan kita ini tidak hanya untuk kota kita, karena Surabaya dipengaruhi wilayah aglomerasi,” ungkap Eri Cahyadi saat menginisiasi penggalangan kolaborasi percepatan vaksinasi di wilayah aglomerasi, 20 September 2021 lalu.
Kebijakan ini barangkali tidak populis secara politik. Sebab, ketika Eri-Armuji berhasil dibandingkan daerah lain, keduanya justru tidak ingin ‘bersinar’ sendirian.
Buktinya, ketika vaksinasi dosis pertama di Surabaya sudah lebih dari 100 persen, duet ini justru turun merangkul kabupaten tetangga.
Alih-alih memanasi, pernyataan Eri pun bikin adem. Ia tidak ingin bersaing dengan kabupaten/kota lain. Sebaliknya, ia ingin Surabaya berkolaborasi, sama-sama memikirkan rakyatnya dengan saling bekerja sama.
“Kebersamaan kita antar kepala daerah dan antar Forkopimda itulah yang terbaik buat negeri ini, Indonesia,” ungkapnya.
Menurutnya, kolaborasi antar kepala daerah itu penting untuk menyelesaikan masalah. Utamanya, dalam menyelesaikan pandemi Covid-19. “Mari pandemi ini bisa kita lewati bersama,” terusnya.
“Kepala daerah harus saling bahu-membahu, bergotong-royong sehingga menjadi satu bagian. Aglomerasi tidak bisa dipisahkan,” tambah dia.


Pernyataan ini pun dibuktikan dengan pengirimkan 300 nakes ke Sidoarjo. Nakes-nakes ini berasal dari beberapa instansi. Seperti, klinik, sekolah kesehatan, relawan, fakultas kedokteran hingga nakes dari puskesmas dan rumah sakit di Surabaya. Bahkan Polrestabes Surabaya pun juga ikut mengirimkan mobil vaksin kelilingnya.
Sikap ini mendapat apresiasi dari legislator Surabaya. Anggota Komisi D DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menyebut bantuan nakes Pemkot Surabaya ke wilayah aglomerasi itu langkah baik dari kolaborasi daerah bertetangga.
“Bantuan nakes jelas merupakan sebuah gotong royong antar kepala daerah untuk percepat vaksinasi Covid-19,” ujar Herlina.
Ia menyatakan level PPKM di Surabaya (saat itu) memang bergantung pada wilayah aglomerasi, yakni Sidoarjo dan Gresik. Padahal, jika berdasarkan asesmen Kementerian Kesehatan RI tanggal 5 Oktober 2021, Surabaya harusnya sudah masuk level 1.
Dari sisi kriteria cakupan vaksinasi Kota Surabaya dosis 1 sebesar 108.6 persen, dan dosis 2 sebesar 76.36 persen. Sedangkan untuk vaksinasi lansia dosis 1 sebesar 92.15 persen dan dosis 2 sebesar 80.35 persen. Ini sudah memenuhi.
Namun berdasarkan regulasi, bahwa penerapan level PPKM tidak hanya berdasarkan asesmen Kemenkes, melainkan aglomerasi. Bahwa level PPKM-nya akan dilihat daerah aglomerasi dengan pencapaian terendah.
PPKM Level 1


Puncaknya adalah adalah perubahan regulasi yang diterapkan. Berdasarkan asesmen Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 tahun 2021 per tanggal 19 Oktober 2021, PPKM di Surabaya berstatus level 1. Berdasarkan Inmendagri ini, indikator penilaian level Covid-19 tidak lagi berpedoman pada wilayah aglomerasi.
Surabaya pun meloncat statusnya. Semula level 3 langsung ke level 1.
Apa kata Eri? Lagi-lagi ia tidak jumawa. Ia tidak pamer keberhasilan. Sebaliknya, mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) ini meminta masyarakat tidak euforia. “Saya nyuwun tulung (minta tolong) terus jaga protokol kesehatannya,” lanjut dia.
Ia juga menyampaikan terima kasihnya kepada masyarakat. “Matur nuwun (terima kasih) kepada warga Surabaya. Waktunya kita bangkit dan jangan dirusak kebangkitan ekonomi kita ini,” ujarnya.
Pernyataan ini pun dibuktikan dengan diberikannya pelonggaran-pelonggaran aktivitas ekonomi. Misal, diizinkannya objek wisata hingga kegiatan seni, budaya, olahraga dan sosial kemasyarakatan buka kembali tapi dengan kapasitas 75 persen.
Selain itu, kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan, diizinkan beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen hingga pukul 22.00 WIB.
Eri pun mengatakan masyarakat tidak sendirian. Pemkot Surabaya juga hadir untuk menyokong pergerakan ekonomi masyarakatnya.
Bagi dia, sudah waktunya roda ekonomi digas pol. “Ekonomi sudah harus bergerak. Harus digas pol. Sudah lama warga Surabaya pergerakan ekonominya berhenti. Pemerintah harus hadir menggerakkan ekonomi di Surabaya,” tegasnya.
Di Mana Peran Armuji?


Ia kampanye kemanusiaan. Armuji adalah mantan pasien Covid-19. Setelah sembuh, ia kampanye pentingnya donor plasma konvalesen untuk pasien yang membutuhkan.
Tak sekadar ngomong, ia donor plasma konvalesen di kantor PMI Surabaya, Jalan Embong Ploso, pada 8 April 2021 lalu. “Saya tulus ingin mendonorkan plasma saya untuk kebutuhan kemanusiaan yang lebih besar. Plasma konvalesen ini sangat dibutuhkan, terutama warga yang terkena Covid-19,” kata Cak Ji, sapaan akrab Armuji.
Ia mengajak para penyintas Covid-19 bersedia mendonorkan plasma konvalesennya. “Jangan sungkan membantu saudara-saudara kita yang masih berjuang untuk sembuh dari Covid-19,” tegasnya.
Cak Ji juga marah besar ketika informasi tentang segelintir oknum yang mempermainkan harga obat. Padahal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah memutuskan untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh pasien Covid-19.
Melalui keputusan menteri kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tersebut telah tercantum HET berbagai jenis obat terapi Covid 19. Di antaranya, Favipiravir, Remdesivir, Oseltamivir, Invermectin, Azithromychin dan Intravenous Immunoglobulin.
“Hampir setiap hari saya mendapat keluhan terkait oksigen, ambulan, rumah sakit dan obat. Keputusan ini tepat untuk menjamin peredaran obat agar tetap terkendali,” tegasnya.
Dia berpendapat, dengan adanya keputusan ini menjadi acuan bagi pihak berwenang. Mereka bisa menindak tegas penjual dan distributor yang menjual obat di atas HET yang telah ditetapkan.
“Kalau ditemui penjual dan distributor nakal, tindak tegas mereka demi menjamin keselamatan masyarakat Surabaya,” tandasnya.
Cak Ji juga mengunjungi laboratorium untuk melakukan pemantauan terkait dengan tarif Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) di beberapa lokasi. Di antaranya Laboratorium Parahita yang terletak di Jalan Dharmawangsa dan Poin of Care Swab Center National Hospital, Jalan Sulawesi Surabaya.
Ia ingin memastikan bahwa harga swab PCR telah sesuai dengan ketentuan dari pemerintah pusat. Hal itu sesuai dengan ketetapan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), senilai Rp 495 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali.
Langkah konkret lain adalah Cak Ji adalah berangat kerja dengan nggowes sambil menyerap aspirasi warga, meminta pasar disediakan wifi dan memberikan bantuan ke seniman.
Salah satunya ia memberikan bantuan ke Kartolo, seniman ludruk kondang asal Surabaya. Ia menyerahkan bantuan pribadi uang Rp 50 juta sebagai bentuk perhatiannya kepada seniman ludruk itu. Bahkan ia kemudian mengundang Kartolo untuk ber-podcast bersamanya.


Di sisi lain, meski disibukkan dengan pandemi Covid-19, Duet Eri-Armuji tidak mengabaikan yang lain. Misalnya, urusan kesehatan. Ini menyusul kerjasama Pemkot Surabaya dan BPJS Kesehatan, pada 17 Maret 2021 lalu. Kerja sama tersebut tentang berlakunya program Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage) yang berlaku mulai 1 April 2021.
Dengan kerja sama itu, Surat Keterangan Miskin (SKM) dihapus. Warga Surabaya yang ingin berobat cukup dengan menyerahkan KTP untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Jika warga tersebut tidak memiliki BPJS Kesehatan, otomatis akan langsung didaftarkan BPJS Kesehatan kelas 3 yang preminya ditanggung Pemkot Surabaya. Sedangkan bagi yang sudah memiliki BPJS Kesehatan namun ada masalah keuangan (kaya tapi jatuh miskin), jika sakit, tetap akan ditanggung Pemkot Surabaya tetapi dimasukkan ke kelas 3.
Langkah ini dinilai DPC PDIP Surabaya sebagai langkah cerdas. “Surat Keterangan Miskin (SKM) dihapus, diganti cukup dengan menyerahkan KTP untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kami memuji langkah cerdas Wali Kota Eri Cahyadi dan Wakil Wali Kota Armuji,” ungkap Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono.
Politisi yang juga yang juga ketua DPRD Surabaya ini menyatakan pihaknya akan memback up penuh pemimpin baru Surabaya itu, yang mengusung semboyan “Meneruskan Kebaikan” itu.
“Kami back up penuh Pak Eri Cahyadi-Pak Armuji, yang bekerja untuk menuntaskan pandemi Covid-19. Selain itu juga melakukan upaya-upaya pemulihan ekonomi, dan kebijakan-kebijakan lain yang pro rakyat. Yang membuat Surabaya lebih maju, lebih sejahtera, adil dan merata,” terang Adi.


Program Anak Asuh dan Ngantor di Kelurahan
Di bidang pendidikan, Eri-Armuji juga mengembangkan program anak asuh. Jika sebelumnya program anak asuh itu hanya berasal dari CSR perusahaan, kini anak asuh itu diwajibkan kepada seluruh ASN Pemkot Surabaya.
Latar belakangnya sederhana. Karena pandemi Covid-19 mempengaruhi perekonomian warga, ia tidak ingin ada anak Surabaya yang putus sekolah di masa pandemi ini.
“Setiap bulannya, anak asuh ini membutuhkan Rp 125 ribu. Jika dikalikan 12 bulan, hanya sekitar Rp 1,5 juta dalam setahun. Makanya, seluruh ASN di lingkungan Pemkot Surabaya secara bertahap mengikuti program anak asuh ini,” tuturnya.
Ia menyebut saat ini sudah ribuan ASN yang memiliki anak asuh. Eri ingin rasa gotong-royong dan cinta kasih ini selalu muncul di lingkungan ASN Pemkot Surabaya.
Selain itu, pelayanan publik di Kota Surabaya terus disempurnakan. Salah satunya dengan memberikan penghormatan dan apresiasi kepada RT, RW dan LPMK. Caranya dengan menaikkan insentif mereka.
Bahkan, demi mendekatkan diri dan memastikan pelayanan publik berjalan dengan baik, Eri membuat aplikasi “wargaKu”. Melalui aplikasi ini, warga bisa melaporkan apapun tentang pelayanan publik di Surabaya, dan harus segera dijawab oleh dinas terkait. Aplikasi ini juga terhubung langsung dengan wali kota.
Tak sekadar teori, Eri bahkan mengantor di kelurahan, bahkan di balai RW. Selama ini Eri memang berpindah kantor dari kelurahan satu ke kelurahan lain, dari balai RW satu ke RW lain di Surabaya.


Surabaya Festival Week 2021 dan Tunjungan Romansa
Kini, Surabaya sudah PPKM level 1. Konsentrasi dialihkan untuk membangkitkan perekonomian. Selain memberikan pelonggaran jam operasional tempat usaha, ia mewanti-wanti Satpol PP untuk tidak menutup tempat usaha.
Menurutnya, Satpol PP tugasnya persuasif. Jika ada pelanggaran protokol kesehatan, langkah yang dilakukan bukan penutupan tempat usaha. “Tugas mereka adalah mengingatkan, tugasnya adalah mengawasi protokol kesehatan. Jangan sampai masyarakat lalai,” ujarnya.
Terkait UMKM, Eri juga memiliki kebijakan khusus. Untuk membangkitkan ekonomi UMKM, ia mewajibkan ASN Pemkot Surabaya untuk berbelanja kebutuhannya di UMKM melalui e-Peken. Beberapa waktu lalu Pemkot Surabaya juga menggelar Surabaya Festival Week (SFW) 2021 selama seminggu, mulai 7 November sampai 14 November 2021.
Terbaru adalah dikonkretkannya rencana menjadikan kawasan di Jalan Tunjungan menjadi destinasi wisata “Malioboro-nya Surabaya”. Pada 21 November 2021 lalu, kawasan Jalan Tunjungan telah dilaunching menjadi kawasan wisata menjadi ‘Tunjungan Romansa’.


Tunjungan Romansa digagas memulihkan ekonomi masyarakat. Tak hanya sekadar suguhan kuliner UMKM, di Tunjungan Romansa ini juga digelar pertunjukan seni dan budaya. Selain itu, di jalan yang memiliki panjang 863 meter itu, pemkot juga mengkoneksikannya dengan 12 objek destinasi wisata heritage.
“Jadi lengkap. Ada wisata heritage, UMKM, dan ada tampilan seninya juga. Inilah kolaborasi yang hebat ada di Jalan Tunjungan,” jelas Eri.
Ia meyakini, akan semakin banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Surabaya. Harapannya, kunjungan wisatawan itu membawa dampak peningkatan ekonomi masyarakat.
“Saya yakin Jalan Tunjungan akan hidup sepanjang masa dan Jalan Tunjungan akan selamanya menjadi tempat yang romansa,” imbuhnya.
Ia menjelaskan Jalan Tunjungan sarat dengan sejarah. Sejak masa pra kemerdekaan, Jalan Tunjungan dikenal sebagai salah satu pusat ekonomi di Kota Surabaya. Bahkan sampai sekarang, kawasan yang sarat akan seni dan sejarah itu, masih memiliki sederet unit bisnis di bidang perdagangan, kuliner hingga perhotelan.
Ia juga menyatakan Jalan Tunjungan memiliki sederet history dan erat kaitannya dengan sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Bahkan di kawasan ini, sarat cerita perjalanan seni dan budaya di Kota Pahlawan.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti menjelaskan, Tunjungan Romansa menyuguhkan tampilan dengan memadukan konsep lifestyle, modern dan heritage. Karena menjadi salah satu pusat perdagangan, pemkot ingin lebih mengoptimalkan kawasan itu dengan menghadirkan para pelaku UMKM.
“Kita lebih ingin mengoptimalkan kawasan ini hidup. Artinya, menghidupkan kembali para pelaku usaha yang belum buka, yang belum beroperasional,” kata Antiek.
Dikatakan, destinasi wisata Tunjungan Romansa akan dibuka setiap hari. Pelaku UMKM dapat mulai menggelar dagangannya sejak pagi atau petang. Sedangkan untuk pertunjukan hiburan atau seni, akan mulai disuguhkan ketika malam dan digelar secara bergiliran.
“Stan UMKM ada buka yang dari pagi, ada yang mulai sore, tidak harus menunggu malam. Karena kita kan konsepnya memang jalan tidak ditutup,” jelas Antiek.
Surabaya Single Window Alfa


Paling anyar adalah penyempurnaan Surabaya Single Window (SSW) sebagai perizinan online milik Pemkot Surabaya. SSW kini berganti menjadi SSW Alfa, yang mampu melayani sekitar 200 perizinan. Dengan SSW Alfa ini, semua perizinan di Surabaya harus melalui aplikasi ini.
Eri menjelaskan dalam SSW lama juga sudah online. Namun dengan beberapa penyempurnaan, mengurus perizinan di Surabaya tidak perlu pindah-pindah tempat. Selain itu juga cukup sekali mengunggah berkas.
Ia mencontohkan dulu kalau mau ngurus izin mal atau hotel, pertama harus mengajukan Amdal. Setelah itu mengajukan izin drainase, kemudian mengajukan IMB, dan selanjutnya izin pariwisatanya.
“Sekarang tidak boleh lagi seperti itu. Satu berkas untuk mengurus semua izinnya dan bersamaan,” tegasnya.
Proses berikutnya yang berubah adalah kalau ada investasi yang mau masuk ke Surabaya, seperti mal atau hotel, mereka cukup mengajukan semua persyaratannya melalui aplikasi ini dan masuknya melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Surabaya. Setelah mengajukan semua dokumen persyaratannya, lalu akan diundang untuk menjelaskan berkas-berkas yang sudah dimasukkan itu.
“Saat diundang itu berbagai dinas pemkot duduk berbaris, mulai dari Dinas Cipta Karya, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU Bina Marga dan Pematusan, Dinas Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Surabaya,” papar mantan kepala Bappeko Surabaya ini.
“Di forum itu investor diminta menceritakan atau menjelaskan detail investasinya, mulai dari berapa lantai, drainasenya dan pengaturan arus lalu lintasnya bagaimana dan sebagainya,” lanjut dia.
Apabila ada berkas yang kurang, dalam forum itu membuat berita acaranya, sehingga si investor ini harus melengkapi kekurangan berkas persyaratannya. Setelah kekurangannya dimasukkan ke dalam aplikasi, dan tim pemkot sudah menyampaikan oke, maka akan segera keluar semua perizinannya dalam waktu yang sudah ditentukan.
Hal lainnya dengan SSW Alfa, perizinan menjadi lebih cepat. Jika ada masalah, juga bisa diketahui di mana masalahnya.
Eri Cahyadi mengatakan ketika ada yang mengajukan perizinan, akan diketahui prosesnya estimasi waktu izin yang dibutuhkan sampai keluarnya izin yang dimaksud. Di aplikasi itu akan muncul estimasi waktu itu.
Selain itu, juga akan bisa dideteksi sampai mana proses perizinannya. Misalnya, izin sudah sampai di mana, bahkan siapa stafnya, naik ke kepala seksi (kasi) berapa hari, naik ke kepala bidang (Kabid) berapa hari, naik ke sekretaris berapa hari, hingga naik ke kepala dinas berapa hari.
“Ketika ada salah satu staf yang mbleset, maka hubungannya sama tunjangan kinerja. Tunjangannya bisa turun,” tegas Eri.
Ia memastikan bahwa semua ini sangat berhubungan dengan kecepatan jajaran pemkot. “Semuanya harus cepat berpikir. Kalau pun ada izin yang diminta lengkapi, maka alasannya harus masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan,” lanjutnya.
Hasil Survei Tingkat Kepuasan


Kepemimpinan Eri-Armuji mendapat pengakuan publik. Setidaknya, dalam 100 hari kerja pemerintahan Surabaya beberaoa waktu lalu.
Dari hasil survei persepsi publik yang dilakukan mahasiswa Magister Manajemen Universitas Airlangga (Unair), 80 persen warga Surabaya menyatakan puas dengan duet ini.
Koordinator peneliti Irviene Maretha mengatakan penelitian ini dilakukan mahasiswa Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Angkatan 55/AP. Survei dilaksanakan pada 15-25 Mei 2021, dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan 100 responden. Margin of error sebesar kurang lebih 4 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Dalam survei, pihaknya memotret berbagai agenda yang menjadi perhatian masyarakat Surabaya dalam 100 hari pemerintahan Eri-Armuji. Seperti, penanganan pandemi, penyediaan lapangan pekerjaan, kemudahan transportasi publik dan agenda publik penting lainnya.
“Ada beberapa topik permasalahan yang kami survei. Salah satu yang menarik adalah persepsi tentang pelayanan pemerintah. 93 persen warga mengaku tidak pernah punya pengalaman buruk dengan pelayanan pemerintahan,” ujar Irviene, 5 Juni 2021 lalu.
Alumni manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Paramadina 2009 ini menjelaskan, terobosan yang dilakukan Pemkot Surabaya dalam memberikan pelayanan secara online juga mendapat sentimen positif dari warga. 67 persen warga merasa lebih mudah mendapat pelayanan dan 98 persen warga tidak pernah mengalami dipersulit dalam pelayanan pemerintahan.
“Masyarakat menginginkan pemerintahan Eri Cahyadi meneruskan jejak kemajuan kota yang dirintis pemerintahan Tri Rismaharini,” lanjutnya.
Diungkapkan, secara meyakinkan sejauh ini dipersepsi oleh masyarakat Eri-Armuji masih on the track. Dua faktor penting yaitu pelayanan publik dan transparansi kebijakan menjadi dua hal yang diharapkan untuk terus diutamakan.
“Selain itu juga konsistensi menjalankan sosialisasi terkait penerapan sistem online yang telah diterapkan diharapkan dapat ditingkatkan,” tambah Irviene yang saat ini bekerja di Good Doctor Technology Indonesia.
Terkait infrastruktur jalan, Didik Prasetiyono, peneliti yang juga mahasiswa magister manajemen menjelaskan, 93 persen warga setuju jalanan dan pedestrian di Kota Surabaya sudah bagus. Begitu pula dengan dengan akses ke tempat tinggal, 91 persen populasi merasa puas atas fasilitas kemajuan infratruktur jalan.
Sedangkan terkait masalah banjir, lanjut Didik, 87 persen warga pernah merasakan situasi banjir saat hujan. Namun meski mengalami banjir, 53 persen warga menganggap banjir hal yang biasa dan masih dalam tatanan wajar. Sedangkan 42 persen warga tidak mempersoalkan masalah banjir tersebut.
“Kecepatan surutnya genangan menjadi alat ukur toleransi terhadap persepsi bahwa banjir masih wajar, hanya ada 5 persen yang merasa banjir sangat parah saat musim hujan hingga marah mengesalkan hati,” papar dia.
Karena itu, rekomendasi terhadap isu banjir ini menurutnya perlu kebijakan kota tentang pengaturan drainase yang terintegrasi dan pembangunan rumah pompa di daerah rawan banjir. “Kami sertakan juga peta lokasi kecamatan mana saja yang harus di treatment segera” ujar Didik yang saat ini menjabat Direktur Operasi PT SIER ini.
Mengenai persepsi kondisi kemacetan di Surabaya, kata Didik, walau diakui jalanan Kota Surabaya padat pada jam tertentu, tetapi sebanyak 67 persen populasi tidak merasakan macet sebagai persoalan. Sedangkan 76 persen populasi mempunya persepsi jalanan Kota Surabaya cukup lancar dan tidak terlalu macet. 19 persen populasi merasa macet, tapi masih biasa saja dan 5 persen merasa sangat macet dan kesal. (ST01)