SURABAYATODAY.ID, PROBOLINGGO – Pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, KH. Mohammad Hasan Mutawakkil Allah menyampaikan pentingnya tripilar ekonomi keumatan saat bertemu dengan Menteri BUMN Erick Thohir. Hal itu saat Harlah ke-182 Ponpes Zainul Hasan Genggong di Probolinggo, Sabtu (20/11).
Menurut kiai Mutawakkil, selama ini orang modern terlalu sering menyebut istilah knowledge-based economy, yakni perekonomian yang didasarkan atas produksi, distribusi dan penggunaan knowledge (pengetahuan).
Menurutnya, knowledge based economy memang penting. Hal ini untuk menghindari jebakan bagi negara berpenghasilan menengah, yang hanya bertumpu pada ekonomi berbasis komoditi (sumber daya alam).
“Jadi, negara berkembang juga perlu untuk merambah ke ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) agar bisa menghasilkan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Dikatakan, sudah waktunya masyarakat meninggalkan ekonomi berbasis komoditi (sumber daya alam) dan mulai merambah ke ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy). “Agar bisa menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi,” tambah kiai Mutawakkil.
Ia menyebut negara yang pembangunannya bertumpu pada peningkatan dan kehandalan sumber daya manusia, ternyata mempunyai perkembangan yang jauh lebih baik dibandingkan negara yang mengandalkan sumber daya alam.
Kiai Mutawakkil mencontohkan negara yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah, seperti Jepang, Korea Selatan dan Singapura. Namun mereka berhasil mengejar mimpinya dan memenangkan persaingan global. Menurutnya, itu karena negara-negara tersebut menitikberatkan perkembangan ekonominya pada knowledge-based economy.
Selanjutnya, kiai Mutawakkil menambahkan pilar ketiga ekonomi, yakni culture-based economy atau ekonomi yang didasarkan pada budaya. “Nah terlepas dari pemikiran orang modern di atas, saya ingin menambahkan perlunya kita juga menyempurnakan konsep dan praktik knowledge-based economy dengan culture-based economy,” ujarnya.
Menurut ketua MUI Jawa Timur ini, melalui konsep culture-based economy, bangsa Indonesia seyogyanya menjadikan kultur yang dimiliki atau dipraktikkan oleh masyarakat sehari-hari dijadikan sebagai modal penting bagi pengembangan ekonomi.
Di sinilah, lanjut mantan Ketua PWNU Jatim ini, tripilar ekonomi keumatan menjadi sangat penting dibahas. Di situlah terdapat masyarakat, santri dan pesantren.
“Apalagi, jika bicara Indonesia, maka tidak bisa dipisahkan dari entitas dan sekaligus komunitas yang bernama Islam. Pada titik inilah, santri dan pesantren menjadi pilar penting bagi Islam dan umat Islam di Indonesia,” tegasnya.
Bagi kiai Mutawakkil, membangun ekonomi Indonesia dengan tidak menyebut santri dan pesantren akan kehilangan ruh sosial. Ia meminta pemerintah sebaiknya dan memang seharusnya menjadikan santri dan pesantren sebagai titik berangkat atau miqot bagi pengembangan ekonomi masyarakat.
“Mengapa begitu? Selain memiliki rekam jejak yang panjang dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di antaranya di bidang ekonomi, santri dan pesantren memikii modal sosial dan kultural yang besar bagi pembangunan, yakni trust (kepercayaan) yang besar dari masyarakat,” lanjutnya kembali. (ST01)