SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Hari pertama Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan tinjauan ke beberapa sekolah. Yakni, SMP 17 Agustus Surabaya, SDN Airlangga I, SMP Kristen YBPK I, SDN Kaliasin I dan SMPN 6 Surabaya.
Eri datang mengendarai sepeda motor. Ia didampingi Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Supomo. Selain itu juga dihadiri Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), dr Windhu Purnomo serta Pembina Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur, Estiningtyas Nugraheni.
Sedangkan tinjauan itu dilakukan untuk memastikan PTM maupun simulasi berjalan sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri.
Eri mengatakan setiap sekolah yang menjalankan simulasi atau PTM dipastikan telah menyediakan pembelajaran melalui hybrid. “Tinjauan ke sekolah-sekolah ini untuk memastikan proses PTM itu bisa berjalan sesuai dengan Inmendagri,” katanya saat berada di SMP 17 Agustus Surabaya.
Dari hasil tinjauannya itu, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga mengungkapkan, bahwa pelaksanaan simulasi ataupun PTM di Kota Pahlawan telah berjalan sesuai Inmendagri dan SKB 4 Menteri. Meski demikian, ia juga mengingatkan Satgas Covid-19 Sekolah agar tak henti-hentinya mengingatkan peserta didik supaya tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan (Prokes).
Selain meninjau langsung PTM dan simulasi, Eri juga ingin memastikan tidak adanya penjualan seragam di koperasi sekolah. Untuk memastikan hal itu, ia menanyakan langsung kepada kepala sekolah.
“Saya tadi nanya kepala sekolah, terkait seragam. Karena itu saya sampaikan tidak ada lagi koperasi menjual seragam sekolah,” jelasnya.
Mantan kepala Bappeko ini menyatakan, bahwa seluruh seragam peserta didik dari keluarga Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), ditanggung oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Karenanya, pihaknya tak ingin ada peserta didik dari MBR yang masih dibebani biaya seragam sekolah.
“Karena nanti yang bertanggung jawab ada pemkot. Bagaimana kalau ada MBR yang sudah bayar? Insya Allah akan kita kembalikan uangnya,” jelas dia.
Karena itu, ia menginginkan ke depan seluruh lembaga pendidikan baik jenjang SD atau SMP memberikan form kepada setiap wali murid. Melalui form tersebut, orang tua dapat menyampaikan kondisi keluarganya apakah masuk dalam MBR atau tidak. Dari dasar itu pula pemkot bisa memetakan mana keluarga yang membutuhkan intervensi.
“Surabaya ini kan bergotong-royong, bahu membahu. Jadi nanti (pelajar) masuk, dikasih form, siapa yang tidak mampu, karena ada daftar MBR yang pasti tidak mungkin kita minta seragam,” ujarnya.
Di sisi lain, Eri menyebutkan bahwa intervensi seragam sekolah juga diberikan kepada peserta didik yang orang tuanya terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, intervensi ini tak hanya dilakukan oleh pemkot, tapi bisa pula melalui orang tua asuh.
“Yang hari ini bukan masuk MBR tapi orang tuanya kena PHK. Itu berarti yang hadir ya pemkot sama orang tua asuh. Jadi inilah kehebatan dari Surabaya yang gotong royong, dari semua gurunya,” imbuhnya. (ST01)