SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Usia memang menjadi rahasia Tuhan. Namun siapa menyangka, Ellen menjadi yatim piatu di saat ia masih kecil.
Disebut demikian karena bocah ini baru berusia tiga tahun. Ayahnya bernama Eldiaz Nainggolan meninggal pada 3 Juli 2021. Lalu selang tiga empat hari, tepatnya 7 Juli 2021, giliran ia ditinggalkan selama-lamanya oleh Cristina Margereta, ibunya. Kedua orang tuanya ini terpapar Covid-19.
Ellen ini didatangi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Sabtu (21/8). Eri datang bersama Ketua Tim Penggerak PKK Rini Indriyani.
Eri mengatakan betapa Ellen telah menjadi yatim piatu di usia yang sangat muda. “Sedih. Rasanya sulit kita bayangkan seorang anak tunggal berusia tiga tahun dalam empat hari harus kehilangan kedua orang tua,” tutur Eri.
Dalam kedatangannya, Eri bersama Rini membawakan mainan, alat tulis dan jajan kesukaan adik Ellen. Mereka berbincang-bincang dan menemani Elen bermain.
Eri bersama Rini berusaha menghiburnya dengan mainan itu. Saat itu, Ellen mengingat ibunya, yang hobi bernyanyi lagu-lagu barat. Makanya Ellen suka berbahasa Inggris. Ketika bermain dengan Eri dan Rini, Ellen juga fasih berbahasa Inggris.
Rasa kangen kepada ayahnya yang rajin mengajaknya bermain. Rasa kangen kepada ibunya yang sering mengajaknya latihan bernyanyi. Semuanya pasti tak terlukiskan di hati Ellen, yang kini tinggal bersama neneknya.
“Ketika kami hendak berpamitan, Ellen menghadiahi kami pelukan. Erat sekali,” terang Eri.
Baginya, pelukan itu seperti mengingatkannya agar tidak membiarkan anak-anak ditinggal ayah-ibu di masa pandemi ini. “Saya menahan air mata. Sekuat-kuatnya. Karena tak ingin Ellen kembali menangis. Saya hanya bisa mendoakan, sehat dan tegar terus ya, anak-anak hebat Surabaya!” ujarnya.
Karena itu, Eri semakin berkomitmen untuk terus merawat dan mendampingi anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya karena Covid-19 itu. Ia memastikan Pemkot Surabaya menyiapkan beasiswa sampai kuliah kepada anak-anak yang ditinggal orang tuanya di masa sulit ini.
“Sebagian sudah disalurkan. Total ada sekitar 1.400 keluarga, dan sudah 600 yang tuntas diverifikasi. Kita petakan berapa yang SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi,” terangnya.
“Pemkot Surabaya juga menyiapkan asrama jika keluarga yang lain memperkenankan anak-anak tersebut tinggal di asrama. Hak pengasuhan pun kami dampingi. Harus ada keluarga yang bisa mengasuh, melindungi, menjaga. Kalau tidak, maka pemkot akan memberikan asrama,” tambah mantan kepala Bappeko Surabaya ini.
Ia juga meminta kepada seluruh warga Kota Surabaya untuk melaporkan apabila ada anak-anak yatim piatu semacam itu yang belum disurvei oleh pemkot. Laporan itu bisa disampaikan kepada lurah maupun camat di wilayahnya masing-masing, supaya segera didata.
“Kesejahteraan warga merupakan yang utama bagi saya. Sekarang waktunya Surabaya sejahtera,” tuturnya.
Eri pun mengajak kepada seluruh warga Surabaya untuk meletakkan egoismenya dan bergotong-royong mewujudkan masa depan yang lebih baik untuk anak-anak itu. “Inilah waktunya kita meletakkan egoisme kita, meletakkan jabatan kita, meletakkan kelompok-kelompok kita, bagaimana kita bisa bahu membahu, bagaimana kita bergotong royong untuk membantu masa depan mereka,” pungkasnya. (ST01)