SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Ada pihak yang mempertanyakan upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya dalam penanganan pandemi Covid-19. Sebab penanganan itu di antaranya dilakukan dengan pemberian bantuan dari pihak lain.
Pakar Komunikasi Unair Suko Widodo mengatakan tidak ada yang salah dengan langkah itu. Sebab pemkot memanfaatkan tradisi gotong-royong, bekerjasama dengan warga bersama-sama dan bahu membahu menangani pandemi global ini.
Suko Widodo memastikan peran serta warga dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini sangat penting. Karena ini perang semesta yang tidak mungkin hanya dilakukan oleh tenaga dari Pemkot Surabaya.
Apalagi, tradisi Surabaya itu tolong menolong dan gotong-royong dalam segala hal, sehingga apabila pemkot meminta bantuan kepada warga melalui “Surabaya Memanggil” dan “Surabaya Peduli” untuk selalu bergotong-royong dalam menangani Covid-19, itu hal yang biasa dan lumrah.
“Sebetulnya itu hal lumrah dan semacam itu memang harus dilakukan. Apalagi tradisi Surabaya itu tolong menolong dan gotong-royong. Itu kan tradisi Surabaya, sehingga itu sah-sah saja (meminta bantuan kepada warga) sepanjang semua kegiatannya bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka ke publik,” lanjut Suko Widodo.
Saat ini, lanjut dia, Indonesia dan termasuk Surabaya memasuki keadaan darurat Covid-19, sehingga ini adalah momentum untuk bersama-sama mengatasi Covid-19 di Surabaya. Bahkan, ia juga memastikan bahwa banyak elemen masyarakat yang berbondong-bondong membantu pemerintah dalam menangani Covid-19, termasuk IKA Unair, Gajah Mada dan komunitas serta elemen masyarakat lainnya yang meminta bantuan dana dari masyarakat, lalu disalurkan untuk membantu penanganan Covid-19.
“Kalau banyak pihak yang membantu, ini akan semakin mempercepat keadaan ini. Justru menurut saya, inilah Pancasila yang sebenarnya,” ujarnya.
Di samping itu, ia juga memastikan bahwa bantuan yang diterima oleh Pemkot Surabaya itu tidak mungkin atas paksaan, sehingga bagi siapa saja yang mau membantu dipersilakan. Apalagi, sering kali banyak warga yang bingung dalam menyalurkan bantuan penanganan Covid-19. Makanya, dalam hal ini pemkot mewadahi penyaluran bantuan tersebut.
“Jadi, saya kira tidak masalah, karena sekali lagi tradisi Surabaya itu tetanggan, kekancan, dan seduluran,” tambahnya.
Yang paling penting, harus dicatat dari mana asal dana atau bantuannya, kemudian diperuntukkan untuk apa dan siapa, lalu transparan dan pada saatnya nanti harus dipertanggungjawabkan kepada publik. “Kuncinya itu, pengelolaannya transparan. Orang mau bantu masa nggak boleh, kan lucu! Jadi, persoalannya ini tergantung bagaimana kita memaknai bantuan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Surabaya yang juga mantan jurnalis Adi Sutarwijono mengatakan, pada dasarnya penanganan Covid-19 di Kota Surabaya selain mengandalkan kemampuan keuangan pemerintah, juga menggerakkan partisipasi publik. Bahkan, rakyat itu diminta atau tidak, pasti akan mengeluarkan pembiayaan, entah untuk menjaga kampungnya, melakukan tracing dan juga untuk berbagi makanan dan sebagainya.
“Itu yang saya tahu sejak setahun terakhir ini, sehingga kalau pemerintah kota sekarang menghimpun seluruh sumber daya di masyarakat, itu ya wajar-wajar saja. Karena sejak awal penanganan Covid-19 itu selain bertumpu pada penanganan pemerintah, juga harus disangga secara gotong-royong dari masyarakat, terutama bagi mereka yang bersedia menyumbangkan sebagian harta yang dimilikinya,” kata dia.
Awi, sapaan akrab Adi Sutarwijono mencontohkan bagaimana sejak awal pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang membantu Pemkot Surabaya melalui CSR-nya. Nah, partisipasi publik ini harus dimaknai sebagai pembangkit semangat gotong-royong dan spirit gotong-royong yang memang sejak awal dilakukan di Surabaya.
Bahkan, meskipun bukan di masa pandemi, pembangunan di Kota Surabaya selalu bertumpu pada partisipasi publik dan bertumpu pada partisipasi masyarakat. “Jadi, berdasarkan peraturan yang ada, itu sah-sah saja dan legal,” imbuhnya. (ST01)