SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Dua warga masing-masing asal Bangkalan dan Surabaya diamankan Polda Jatim. Kedua orang berinisial MW (32) warga Jalan Kesambi Desa Lajing, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, Madura dan BP, (26) warga Jalan Kedinding Lor, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya.
Keduanya diduga melakukan tindak pidana pemalsuan ijazah. Mereka berkomplot mencetak ijazah palsu dan diperjualbelikan melalui media sosial. Alasannya karena masalah ekonomi.
“Keduanya melakukan aktifitas ilegal memalsukan ijazah dan menawarkan pembuatan ijazah palsu di medsos. Dari pengakuan kedua pelaku, hasilnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,” kata Kabidhumas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko, Selasa (22/6).
Wadirreskrimsus Polda Jatim AKBP Zulham menambahkan modus tersangka adalah sejak akhir tahun 2019, kedua tersangka menawarkan jasanya di medsos. Ada 9 jenis produk yang dibuat oleh kedua pelaku dengan variasi harga yang berbeda beda.
“Untuk ijazah SD dipatok Rp 500 ribu, SMP Rp 700 ribu, SMA/SMK Rp 800 ribu, ijazah S1 Rp 2 juta, ijazah S2 Rp 2,5 juta,” katanya.
Tidak hanya itu, keduanya juga mencetak dokumen administrasi kependudukan (adminduk). Yakni KTP, KK, akta kelahiran dan sertifikat.
“KTP Rp 300 ribu, KK Rp 300 ribu, akta kelahiran Rp 250 ribu dan sertifikat pelatihan satpam Rp 500 ribu,” jelasnya.
AKBP Zulham juga menjelaskan, tersangka menyasar pada calon pembeli yang membutuhkan jasanya untuk mendapatkan pekerjaan. Sebab, salah satu syarat agar bisa mendapatkan pekerjaan adalah melampirkan copy ijazah yang dipersyaratkan.
“Ada beberapa orang yang sudah kami periksa, dan saat ini masih kami lacak orang – orang yang menggunakan jasa kedua pelaku. Tersangka BP berperan aktif dan dia yang mencetak. Sedangkan MW juga melakukan mencetak ijazah palsu. Sejak operasional tahun 2019 keduanya sudah mendapatkan keuntungan 86 juta,” terangnya.
Hanya saja polisi sempat kesulitan melacak pengguna ijazah palsu. Sebab, cara memesan ijazah palsu dari tersangka cukup menghubungi dan memesan ijazah. Pengguna, hanya mengirimkan nama juga gelar yang diinginkan dan tidak ada identitas lengkap.
Dari perbuatan kedua tersangka, mereka akan dikenakan Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 263 Jo Pasal 55 KUHP. Dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. (ST04)