SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Kondisi geografis yang ekstrem di wilayah timur Indonesia, menyebabkan distribusi hasil produksi gas bumi dirasa kurang ekonomis. Bermula dari hal tersebut, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merancang sebuah kapal tongkang bertangki coselle untuk mendistribusikan permintaan gas bumi di wilayah timur Indonesia.
Mereka adalah Mujadid Aldin Albasyir, Adiv Gayu Athallah, dan Annisa Aulia yang tergabung dalam sebuah kelompok bernama Anglung Team. Ketiganya adalah mahasiswa Departemen Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS. Mereka menginovasikan sebuah kapal tongkang dengan Winged Air Induction Pipe (WAIP) sebagai Air Lubrication System.
Mujadid Aldin Albasyir menjelaskan, inovasi tersebut diangkat dari potensi wilayah timur Indonesia yang memiliki produksi gas bumi kurang lebih 1.000-1.500 MMSCFD dan 87 persennya diekspor ke negara lain. Tetapi, karena kondisi geografis yang kurang mendukung akibat pulau-pulau yang terpencar menjadikan distribusi gas bumi di Indonesia menjadi susah.
“Karena itu, kita menginovasikan teknologi distribusi gas bumi dengan menggunakan kapal tongkang agar lebih mudah dan murah,” ucap mahasiswa yang akrab disapa Aldin ini.
Teknologi yang dirancang ini, menurut dia, pada prinsipnya menggabungkan tiga teknologi yang ada di industri maritim. Tiga teknologi tersebut yaitu Kapal Tongkang, Tangki Coselle Compressed Natural Gas (CNG), dan WAIP.
“Teknologi tersebut kami rasa lebih tepat dibandingkan menggunakan pipa dan kapal carrier dalam distribusi gas bumi,” imbuh mahasiswa 19 tahun ini.
Aldin menambahkan kapal tongkang dan tangki coselle digunakan untuk memaksimalkan kapasitas gas bumi yang akan dibawa. Sedangkan WAIP sendiri digunakan untuk mengurangi resistansi dan gesekan pada kapal. Sehingga, dengan menggunakan inovasi WAIP secara otomatis dapat mengurangi sekaligus menghemat bahan bakar sebesar 10 persen dibandingkan dengan kapal tongkang konvensional.
Selain itu, ungkap mahasiswa kelahiran Sidoarjo ini, keunggulan lainnya dari kapal tongkang buatan timnya adalah mampu membawa gas bumi sebanyak 62 MMSCFD dalam sekali perjalanan dinas. “Jumlah tersebut sudah kami sesuaikan dengan kebutuhan gas di Sorong,” tandasnya.
Saat ditanya kendala, Aldin membeberkan bahwasannya keterbatasan jarak dan ilmu menjadikan proses pengerjaan sedikit menemui hambatan. Sebab menurutnya, inovasi yang digagas timnya ini membutuhkan penyilangan software analisis dengan beberapa teori gesekan kapal.
Sehingga dengan usaha maksimalnya, ia dan tim membuat pendekatan-pendekatan teoritis yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. “Keterbatasan ini disebabkan kami satu tim berasal dari angkatan yang sama, yakni angkatan 2019,” tuturnya.
Namun, jerih payah tim selama satu bulan tersebut telah berhasil membuahkan prestasi yang membanggakan. Kapal tongkang rancangan tim Anglung ini berhasil menyabet juara kedua pada Paper Competition Indonesia Ocean Expo 2021, beberapa waktu lalu. Pada kompetisi yang digelar oleh Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, tim Anglung ITS berhasil mengungguli sembilan finalis lainnya dari perguruan tinggi nasional. (ST05)