Surabayatoday.id, Surabaya – Konsep koperasi toko kelontong dinilai mempunyai potensi yang luar biasa. Toko kelontong memberikan dampak ekonomi yang luas bagi masyarakat di Kota Surabaya.
Untuk memaksimalkan hal itu, Disdag juga menyiapkan aplikasi Elektronik Distribusi Controlling (E-Discont) yang dapat memberikan informasi terkait distributor yang menjual komoditi murah kepada pemilik unit usaha.
Dalam aplikasi ini, pemilik koperasi toko kelontong itu diberikan data-data informasi distributor yang menjual komoditi dengan harga murah. Sedangkan mereka yang tergabung dalam koperasi toko kelontong ini sebanyak
ada 855.
Karena itu Disdag menyiapkan aplikasi Elektronik Distribusi Controlling (E-Discont). “Sementara ini (aplikasi) masih terfokus kepada empat item, yakni gula, minyak, beras dan telur,” kata Kepala Bidang Distribusi, Dinas Perdagangan Kota Surabaya, Trio Wahyu Bowo.
Dia menjelaskan, aplikasi E-Discont yang dibuat tahun 2019 ini terus dilakukan penyempurnaan hingga sekarang. Menurutnya, aplikasi ini memang disiapkan bagi koperasi toko kelontong agar mereka lebih mudah mendapatkan komoditi dengan harga yang lebih murah.
“Data distributornya yang kita masukkan di E-Discont itu. Jadi koperasi toko kelontong nanti bisa melihat data distributor yang menjual empat komoditas itu yang mana yang murah sesuai dengan wilayahnya,” terang dia.
Tri juga menyatakan, bahwa pembinaan terhadap koperasi toko kelontong ini dilakukan agar roda perekonomian di masyarakat terus berputar. Di sisi lain, pembinaan ini juga diharapkan agar unit usaha itu mampu bersaing dengan keberadaan toko modern.
“Intinya dulu itu kan impian dari Ibu Risma (Tri Rismaharini) agar toko kelontong ini supaya tidak mati dengan keberadaan toko swalayan modern,” ungkap dia.
Sementara itu, Chayatun Nuro, pemilik toko kelontong di wilayah Kelurahan Genting Kalianak, Kecamatan Asemrowo Surabaya mengakui, saat ini tokonya terus mengalami kenaikan pendapatan dengan adanya pendampingan dari Pemkot Surabaya.
“Memang dulu belum ada pendampingan untuk toko kelontong. Kemudian, ada penggagasan, jadi sekarang lebih diperhatikan. Apalagi saat ada program gula murah itu juga tiap toko kelontong dijatah ada anggotanya,” kata Chayatun.
Bahkan, sejak adanya pendampingan berkala yang dilakukan Pemkot Surabaya, Chayatun kini lebih detail terkait pengelolaan stok barang dan manajemen keuangan. Jika sebelumnya, ia mengaku hanya sekadar menjual tanpa mengerti detail masalah pembukuan.
Menurutnya, manajemen awalnya hanya sekadar toko biasa, urusan pembukuan tidak seberapa detail. “Setelah ada pelatihan dari Disdag dengan menghadirkan narasumber yang kompeten untuk toko jadi sedikit banyak tahu tidak sekadar hanya jual beli,” katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Titik Windarti. Pemilik toko di kawasan Karangpilang Surabaya yang fokus pada penjualan kerupuk puli ini mengaku, bahwa produksinya terus mengalami peningkatan. Jika sebelumnya produksinya sehari hanya sampai 3 kilogram, kini dapat mencapai 10 kilogram.
“Sebelum ada pendampingan itu hanya 3 kilogram. Tapi, sejak ada pendampingan alhamdulillah sudah banyak yang minat pembelinya,” tutupnya. (ST01)