SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Komisi D DPRD Kota Surabaya mendorong Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Surabaya untuk mempercepat penanganan berbagai persoalan sosial masyarakat, terutama terkait rumah tidak layak huni (rutilahu) dan kasus penahanan ijazah akibat tunggakan biaya sekolah.
Dorongan itu disampaikan dalam rapat koordinasi yang digelar Komisi D bersama Baznas Surabaya, Senin (6/10/2025). Rapat dipimpin Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dan dihadiri perwakilan dari Dinas Pendidikan (Dispendik), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker), Dinas Kesehatan (Dinkes), serta Bagian Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkot Surabaya.
Dalam rapat tersebut, sejumlah persoalan warga kembali mencuat. Salah satunya mengenai ijazah siswa yang masih tertahan di sekolah karena tunggakan biaya. Anggota Komisi D, Ajeng Wira Wati, menegaskan bahwa Surabaya sebagai kota besar harus menjamin warganya mendapatkan layanan pendidikan tanpa hambatan ekonomi.
“Tidak boleh ada anak yang putus sekolah hanya karena ijazahnya tertahan. Pemkot dan Baznas harus mencari solusi permanen agar kasus seperti ini tidak terulang,” ujar Ajeng.
Hal senada disampaikan anggota Komisi D lainnya, dr. Zuhrotul Mar’ah, yang menilai mekanisme bantuan penebusan ijazah selama ini belum efektif. Menurutnya, pola pembagian tanggungan antara Baznas dan pihak sekolah masih menimbulkan ketimpangan.
Selain itu, Zuhrotul juga menyoroti program bantuan rombong usaha dari Baznas yang dinilai kurang mendapatkan pendampingan.
“Tanpa pembinaan lanjutan, banyak penerima bantuan akhirnya gagal mengembangkan usahanya. Pendampingan berkelanjutan sangat penting agar bantuan tidak sia-sia,” tegasnya.
Sementara itu, Abdul Malik, anggota Komisi D lainnya, menyoroti lambannya realisasi program bedah rumah. Ia menyebut beberapa warga harus menunggu hingga setahun meskipun kondisi rumah sudah darurat.
“Kalau sudah roboh, harusnya ada mekanisme percepatan. Jangan sampai bantuan datang setelah terlambat,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, menegaskan bahwa dana BOS maupun BOPDA tidak digunakan untuk pungutan tambahan di sekolah swasta. Ia berjanji akan menyampaikan data terbaru guna menghindari kesalahpahaman.
Dari sisi pemberdayaan ekonomi, perwakilan Disperinaker Ridwan memaparkan bahwa program padat karya dan bantuan alat usaha telah melibatkan ratusan warga. Bahkan, pada 2024, pihaknya berkolaborasi dengan Dinkes untuk melatih eks-ODGJ agar memiliki keterampilan kerja.
Sementara itu, Ketua Baznas Surabaya, Mohamad Hamzah, mengakui sejumlah kendala masih dihadapi dalam pelaksanaan program bedah rumah, terutama terkait legalitas tanah.
“Jika tanah masih bersengketa atau belum atas nama penerima, kami tidak bisa membangun. Namun, kami tetap bantu melalui program pemberdayaan ekonomi,” jelasnya.
Hamzah juga menegaskan bahwa koordinasi terus dilakukan dengan Pemkot Surabaya dan Baznas Provinsi untuk menuntaskan persoalan ijazah SMA swasta yang masih tertahan.
Rapat koordinasi ini menegaskan pentingnya sinergi antara DPRD, Baznas, dan Pemkot Surabaya dalam menjawab berbagai persoalan sosial masyarakat. Upaya bersama ini diharapkan mampu menghadirkan solusi yang cepat, berkelanjutan, dan berpihak pada warga, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, serta penyediaan rumah layak huni. (ADV-ST01)





