SURABAYATODAY.ID, BOJONEGORO – Komisi C DPRD Bojonegoro dengan Aliansi Peduli Perempuan dan Anak bersama-sama melakukan pembahasan draf raperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA). Aliansi Peduli Perempuan dan Anak ini memberikan masukan tentang apa saja yang perlu diatur dalam raperda.
Sekretaris Komisi C DPRD Bojonegoro Ahmad Supriyanto mengatakan ada kesamaan dalam penyusunan draf ini antara pihaknya dengan Aliansi Peduli Perempuan dan Anak ini.
“Ada semangat yang sama dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan antara Komisi C DPRD Bojonegoro dengan teman teman aliansi,” katanya.
Salah satunya tentang memperjuangkan honor satgas PPA menjadi 100 persen. Hal itu dengan harapan bisa meminimalisir kekerasan perempuan dan anak.
“Terlihat juga bagaimana Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak ini masuk dalam Propemperda tahun 2022 atas inisiasi dari teman teman DPRD. Setelah Raperda ini gagal disahkan mulai tahun 2017 hingga tahun 2021, baru setelah periode kami bisa masuk di propemperda tahun 2022,” terangnya.
Ia berharap pembahasan raperda tersebut lancar. Selain itu juga digadang bisa disahkan tahun ini.
“Sebagai wujud komitmen melindungi perempuan dan anak dari kekerasan,” kata Supriyanto.
Sementara itu Aliansi Peduli Perempuan dan Anak juga mendorong agar raperda dapat disahkan tahun ini. Koordinator Aliansi Peduli Perempuan dan Anak, Nafidatul Himah, mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kuantitas maupun kualitasnya makin hari makin kompleks.
“Sasarannya makin muda usia atau tergolong anak-anak perempuan di bawah umur, ” ujarnya.
Dikatakan, kekerasan di Bojonegoro ibarat fenomena gunung es. Di mana kasus yang terjadi lebih tinggi daripada yang dilaporkan. Hal ini karena tempat pengaduan informasi masih minim dan juga pelayanan informasi yang tidak ramah.
“Karena itu, harus ada rumah aman bagi mereka,” imbuhnya.
Ia menyebut jenis kekerasannya makin beragam. Mulai dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dalam relasi perkawinan, maupun dating violence atau kekerasan saat pacaran, untuk tujuan yang bersifat hedonisme tanpa mengetahui atau memperhitungkan kemungkinan kehamilan yang tidak diinginkan.
“Sehingga, kami mendorong perda PPPA bisa segera disahkan agar permasalahan mengenai perempuan dan anak bisa segera teratasi,” kata Nafidatul. (ST10)





