SURABAYATODAY.ID, SURABAYA –Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan Kejari Tanjung Perak terkait penerapan pidana sanksi sosial. Kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.
Penandatanganan PKS itu juga diikuti oleh pemerintah kabupaten/kota dan Kejari se-Jawa Timur yang dipusatkan di Gedung AG Pringgodigdo Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair), Surabaya, Senin (15/12/2025).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menjelaskan PKS tersebut berkaitan dengan penerapan restorative justice yang disertai sanksi sosial, bukan penghapusan hukuman.
“Itu adalah terkait dengan restorative justice, jadi ada sanksi sosial. Ketika ada kejadian yang di-restorative justice, maka hukuman tidak digantikan (dihapuskan), tapi dengan restorative justice itu tetap harus ada sanksi sosial,” ujar Wali Kota Eri usai acara penandatanganan PKS.
Wali Kota Eri menuturkan, Pemkot Surabaya akan menyiapkan berbagai bentuk kerja sosial yang dibutuhkan oleh perangkat daerah (PD) sebagai bagian dari penerapan sanksi tersebut.
“Sehingga nanti di situ kami akan menyampaikan apa saja yang dibutuhkan oleh pemerintah kota. Contoh, di kita ada Dinas Sosial, memandikan orang gila, kasih makan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa). Setelah itu kita juga ada menjaga sekolah, menjaga TPS (Tempat Pembuangan Sementara),” jelas dia.
Menurutnya, durasi pidana sanksi sosial akan ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan jenis pelanggaran yang ditangani melalui mekanisme restorative justice “Ketika ada restorative justice, maka ditentukan berapa sih lama harinya mereka menjalankan kerja sosial,” katanya.
Untuk mendukung hal tersebut, Pemkot Surabaya akan menginventarisasi bentuk kerja sosial di masing-masing PD. Nah, dari hasil inventarisasi selanjutnya akan disampaikan kepada kejaksaan sebagai bahan pertimbangan penjatuhan pidana sanksi sosial.
“Nanti kami meminta di masing-masing PD itu apa kerja sosial yang bisa diterapkan, nanti kita sampaikan kepada Pak Kajari. Sehingga ketika beliau nanti memberikan sanksi, maka akan melihat di sebelah mana mereka akan diberikan sanksi sosial, di dinas apa, dalam bentuk apa, dalam berapa hari,” terangnya.
Terkait waktu penerapan pidana sanksi sosial di Surabaya, Wali Kota Eri menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan mulai dijalankan pada tahun 2026. “Kita jalankan di tahun 2026, setelah ini kita tindaklanjuti langsung dengan Pak Kajari. Sehingga ketika ada restorative justice berikutnya, sudah ada sanksi sosial, tidak menghilangkan sanksinya,” imbuhnya.
Ia juga mencontohkan sejumlah bentuk pidana sanksi sosial lain yang bersifat umum dan tidak berorientasi keuntungan. Seperti di antaranya menyapu jalan dan menjaga TPS. “Ini kan sifatnya umum, tidak bersifat (mendapat) keuntungan, tapi bagaimana mereka ada sanksi sosial yang bersifat umum dan untuk kemasyarakatan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, penandatanganan PKS tersebut juga disaksikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI Asep Nana Mulyana, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol, serta Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. (ST01)





