SURABAYATODAY.ID, BOJONEGORO – Stunting merupakan permasalahan mendasar yang dapat mengancam generasi masa mendatang. Dibutuhkan kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak untuk mengefektifkan sumber daya yang ada untuk mencapai target yang diharapkan.
Hal tersebutkan diungkapkan Ketua Dharma Wanita Persatuan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI (DWP DJPK Kemenkeu RI) Astrid Luky Afirman. Pernyataan itu disampaikan dalam kunjungan bakti sosial di Desa Kedungsari, Kecamatan Temayang, Jumat (26/1).
Bakti sosial ini merupakan kegiatan kolaborasi rutin tahunan yang di selenggarakan organisasi Dharma Wanita Persatuan DJPK Dan Dharma Wanita Persatuan DPJJR Kementrian Keuangan RI. Ia menjelaskan, masalah stunting ini menjadi perhatian khusus dari oemerintah. Karena di tahun 2045 pemerintah menargetkan Indonesia menjadi menjadi negara maju dan kekuatan ekonomi dunia.
“Ini bukanlah mimpi tanpa dasar, karena sejak tahun 2012 Indonesia sudah memasuki era bonus demografi. Artinya presentasi kelompok usia produktif (usia 15-64 tahun) melebihi prosentasi usia non produktif. Bahkan di tahun 2030 diproyeksikan bahwa kelompok usia produktif akan mencapai angka 70 persen,’ jelasnya.
Lebih lanjut Astrid mengatakan, bonus demografi ini tidak sepenuhnya dapat membawa ke Indonesia Emas. Hal itu jika tidak dukung dengan usia produktif yang berkualitas.
Ia menyebutkan, data pada tahun 2020 prosentase angka stunting mencapai 21,6 persen, di Jawa Timur menjadi salah satu dari 12 provinsi prioritas untuk program percepatan penunuran stunting.
“Dengan tingginya angka stunting pada anak balita di Bojonegoro ini akan menjadi konsentrasi bersama untuk mempercepat penurunan angka stunting tersebut,” ujarnya
Sementara itu Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Bojonegoro Dian Adiyanti Adriyanto melaporkan, salah satu program prioritas pemerintah adalah penurunan angka stunting. Untuk diketahui, angka stunting balita di Kabupaten Bojonegoro sekitar 1501 anak pada akhir Desember tahun 2023. Hal itu berdasarkan laporan aplikasi EPPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).
Dian menyampaikan, sebetulnya ini trennya sudah cukup baik. Sebab dilihat dari data pada tahun sebelumnya ada penurunan, di mana sebelumnya 1.535 balita stunting.
“Pelan-pelan tidak apa, yang pasti ada penurunan angka stunting pasti di Kabupaten Bojonegoro,” katanya.
Ia menjelaskan, stunting terjadi karena adanya kondisi gagal tumbuh yang terjadi pada balita akibat kekurangan gizi yang kronis. Itu berlangsung cukup panjang, yaitu sejak 1000 hari pertama kehidupan.
Hal tersebut dapat dinilai dari pada saat masa kehamilan sampai dengan usia 2 tahun. Menurutnya, stunting jika tidak diintervensi sejak dini akan mengakibatkan permasalahan serius pada anak-anak, karena tidak hanya mempengaruhi perkembangan fisik, tetapi juga kecerdasannya dapat terganggu.
“Maka di sinilah ibu-ibu tempatnya di Posyandu untuk mengukur, mencatat perkembangan anak, menimbang berat badan anak apakah sesuai dengan umur dari balita yang bersangkutan,” jabar dia.
Ditambahkan, Pemkab Bojonegoro sangat berkomitmen untuk membuat layanan di Posyandu di desa-desa semakin baik, dan selaras dengan kebijakan Kementrian Kesehatan RI.
Di sisi lain, puncak acara bakti sosial ditandai dengan penyerahan secara simbolis 160 paket bingkisan tambahan makanan untuk balita, ibu hamil dan menyusui, dari Dinas Kesehatan Bojonegoro. Serta 140 paket sembako untuk lansia dari Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro.(ST10)





