SURABAYATODAY.ID, PASURUAN – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memimpin Apel Siaga Gabungan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)tingkat Provinsi Jawa Timur. Apel dilaksanakan di Lapangan Kaliandra Resort, Kabupaten Pasuruan, Rabu (7/6).
Apel ini sebagai bentuk membangun kesiapan dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jawa Timur tahun 2023. Utamanya untuk memastikan kesiapsiagaan personel, peralatan, sarana dan prasarana penanganan kebakaran hutan dan lahan.
“Ada tim dari kehutanan, ada polisi hutan, ada pengelola Taman Nasional, cukup banyak di Jawa Timur. Kemudian ada relawan, BPBD, BNPB tentu dikuatkan Pemkab/ Pemkot. Tim ini menjadi penting untuk di konsolidasikan agar terbangun kewaspadaan dan kesiapsiagaan secara seksama,” ujar Gubernur Khofifah.
Berdasarkan data laporan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dalam empat tahun terakhir kebakaran hutan di Jawa Timur menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 2019 seluas 7.550,09 Ha atau 0,55 %, tahun 2020 seluas 940,14 Ha atau 0,07 %, tahun 2021 seluas 466,95 Ha atau 0,034 % dan tahun 2022 seluas 390,50 Ha atau 0,028 % dari luas kawasan hutan di Jawa Timur.
“Kita ingin penurunan ini terus berlanjut. Sehingga butuh komitmen bersama untuk menjaga hutan dan lahan kita. Termasuk di dalamnya bagaimana pengendalian kebakaran hutan dan lahan di area terdekat yang bisa kita lakukan,“ terangnya.
Namun Khofifah menehaskan meski empat tahun terakhir mengalami tren penurunan, ia menyampaikan, setiap kebakaran hutan dan lahan berdampak.pada ekslosistem keanekaragaman hayati dan meningkatnya potensi bencana alam akibat Karhutla seperti banjir, longsor dan sebagainya.
“Kita tidak boleh melihat kecilnya area kebakaran hutan dan lahan. Karena setiap kebakaran hutan dan lahan, berpotensi kemungkinan ada keragaman hayati yang terdampak. Jadi kalau itu kemudian keragaman hayati mengalami kepunahan, itu tidak bisa dihitung dengan setara finansial berapapun,” jelas dia.
Karena itu, menurutnya, langkah-langkah antisipasi dan mitigasi dengan mengkonsolidasikan berbagai kekuatan menjadi bagian penting baik basis kabupaten/kota maupun basis desa terdekat dengan area yang dimitigasi.
“Misal Kota Batu ini sudah mulai ada kebakaran di Panderman. Dan itu tingkat kecuramannya sampai 70 derajat, pada posisi seperti ini tidak mudah kalau hanya menggunakan peralatan peralatan manual. Selain itu juga dibutuhkan ketrampilan secara khusus. Agar efektif penanganannya dan aman secara personal,” jelasnya.
Skill tersebut diharapkan Gubernur Khofifah harus dimiliki oleh tim yang akan melakukan berbagai proses penanganan dan pengendalian karhutla jika terjadi kebakaran hutan. Misalnya, terkait pembasahan dan memastikan bahwa kebakarannya dapat teratasi.
“Skill ini menjadi penting oleh kota dan provinsi, supaya terus dilakukan proses update training -training sesuai kebutuhan. Untuk bisa memberikan skill mereka, ketika harus mengatasi tingkat kebakaran dan kesulitan tertentu,” jelasnya.
“Jangan pernah menganggap ringan, misalnya banjir, longsor, kekeringan dan menurunnya kesuburan lahan. Sampai sekarang, tentu tidak bisa dihitung dan tidak bisa disetarakan dengan kerugian ekonominya. Dan pada umumnya bencana Karhutla menimbulkan bencana kabut asap yang berdampak pada pendidikan, sosial, ekonomi bahkan transportasi,” imbuhnya.
“Beberapa sektor yang merugi antara lain mulai dari pendidikan, ekonomi, kesehatan termasuk transportasi,” ungkap Gubernur Khofifah. (ST02)





