SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Mendukung program prioritas Pemerintah Republik Indonesia dalam penurunan angka stunting, Pemkot Surabaya melakukan berbagai upaya penanganan stunting. Hasilnya, angka stunting di Kota Pahlawan yang awalnya sebanyak 12.788 kasus pada tahun 2020, berkurang menjadi 6.722 kasus di tahun 2021. Hingga per Oktober 2022, jumlah kasus turun drastis menjadi 1.055 balita.
Langkah lain yang dilaksanakan adalah mengadakan Gebyar 1.000 Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto mengatakan, program Gebyar 1.000 akseptor ini diperuntukkan kepada pasangan usia subur (PUS) yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
Yakni, MOP (Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode Operasi Wanita) atau kalau yang saat ini lebih dikenal sebagai sterilisasi. “Gebyar 1.000 akseptor ini yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya bersama BKKBN melalui puskesmas, RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) dan RSUD Dr. Soewandi lewat para petugas KB di kecamatan dan kelurahan melalui puskesmas. Pencegahan stunting harus dimulai dari pemahaman calon pengantin (catin), setelah menikah, hamil dan menyusui hingga merawat anak balita,” kata Tomi.
Ia menjelaskan bahwa program tersebut adalah salah satu upaya pencegahan stunting dengan meningkatkan kemampuan literasi para catin meningkat. Di sisi lain, di Kota Surabaya, Tomi mengaku bahwa per November 2022, sebanyak 3.054 akseptor yang telah bersedia memakai MKJP secara mandiri.
“3.054 adalah termasuk KB mandiri melalui rumah sakit swasta, karena penggunaan alat kontrasepsi dan pencegahan stunting sangat terkait. Program ini (Gebyar 1.000 Akseptor MKJP) dilakukan sampai 19 Desember 2022. Pada 9 Desember sudah mencapai 765 akseptor dan diharapkan bisa mencapai 1.000 akseptor,” jelas dia.
Ditemui di lokasi yang sama, Marko Putra Rahendro akseptor yang berasal dari Kecamatan Tandes mengatakan bahwa ia sudah berencana memasang MOP setelah memiliki anak ketiga. “Ia kesepakatan bersama dengan istri. Pertimbangannya adalah lebih baik saya saja yang MOP, jangan istri saya (MOW). Petugas juga sangat baik saat melakukan pelayanan, serta memberikan penjelasan dengan rinci,” ujarnya. (ST01)






