SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Universitas Ciputra berhasil memperoleh dana insentif Abdimas dari DIKTI tahun 2022. Dana insentif itu didapatkan melalui program dengan judul “Pendampingan UMKM Batik berbasis Greenpreneur”.
Pendampingan UMKM ini dilakukan di Desa Wage Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo pada 12-14 Desember 2022. Pendampingan dilakukan terhadap 15 UMKM, berasal dari perajin kriya kain dan fesyen.
Proses pendampingan dilakukan melalui beberapa tahap pelatihan, mulai dari tahap pengenalan motif dan trend batik, teknis batik dan pewarnaan, produksi batik, hingga digital marketing.
Ketua pelaksana program, Dr David Sukardi Kodrat menilai bahwa dana insentif Abdimas sangat dibutuhkan untuk peningkatan kapasitas produk dan produksi UMKM, khususnya UMKM kriya batik. Menurutnya, peningkatan kapasitas UMKM, dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap motif batik kekinian, penerapan SGDs melalui konsep greenpreneur, dan digital marketing untuk peningkatan kapasitas pemasaran.
“UMKM Kriya Batik dipilih karena besarnya kontribusi batik terhadap perekonomian nasional, besarnya kontribusi batik terhadap serapan tenaga kerja di Indonesia, dan besarnya jumlah UMKM yang bergerak dalam bidang kriya kain,” ungkapnya.
Ia menyebut program ini tidak dikerjakannya sendirian. Di pogram pelatihan tersebut juga digawangi oleh dua anggota tim, yakni Dr Tina Melinda, dan Rahayu Budhi Handayani.
David Sukardi Kodrat menerangkan pendampingan UMKM batik berbasis greenpreneur juga sebagai bagian dari upaya menempatkan batik sebagai produk ekonomi kreatif yang memiliki kapasitas untuk memperkuat identitas kebudayaan.
“Apalagi status batik kini sebagai warisan budaya dunia ditetapkan UNESCO pada 2 Oktober 2009,” tambahnya.
Diterangkannya, produksi batik sebetulnya juga memiliki sisi lain berupa potensi pencemaran lingkungan. Ini diakibatkan penggunaan berbagai bahan kimia dalam proses produksi batik, salah satunya melalui proses pewarnaan.
Proses produksi batik yang banyak melibatkan air dalam setiap tahapan, lanjut dia, produksinya menjadikan tingginya potensi pencemaran air yang ditimbulkan dari penggunaan bahan kimia dalam proses pewarnaan batik. Nah potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh produksi batik masih belum banyak disadari para perrajin batik, sehingga perlunya edukasi terhadap para perajin batik tentang pewarna alami yang ramah lingkungan.
“Sekaligus sebagai bagian dari dukungan terhadap konsep SDGs, pembangunan yang berkelanjutan. Penggunaan pewarna alam dalam produk batik, selain masalah lingkungan, juga bisa dijadikan sebagai bagian dari inovasi dan kreativitas yang bisa memberikan nilai tambah produk kriya batik yang dihasilkan,” urainya.
Di sisi.lain, Rektor Universitas Ciputra, Ir Yohannes Somawiharja menilai bahwa pelatihan tersebut berhasil meningkatkan kapasitas para pelaku kriya kain dalam hal teknik pewarnaan alami. “Sehingga meningkatkan nilai tambah dari produk kriya kain yang dihasilkan sekaligus sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap permasalahan lingkungan atau keberlangsungan lingkungan hidup,” ujarnya.
Yohannes Somawiharja juga mengatakan bahwa pelatihan seperti ini perlu diperluas jangkauan dan kapasitasnya. Tujuannya agar semakin banyak perajin kriya kain yang dapat dijangkau, mengingat potensi ekonomi kreatif untuk kriya kain cukup besar di Indonesia.
“Dan Universitas Ciputra akan berkontribusi dalam hal tersebut,” pungkasnya. (ST01)