SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Nama salah satu guru besar (gubes) atau profesor dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD, kembali masuk untuk kali ketiga sebagai satu dari 200.409 peneliti dunia dalam Top 2% Scientist in the World: Single Year Impact 2021-2022. Seperti tahun sebelumnya, daftar ini dirilis secara daring oleh Stanford University dan Elsevier Report pada 10 Oktober 2022 lalu
Studi tersebut dilakukan oleh Professor John PA Ioannidis MD PhD dari Stanford University, Jeroen Baas dari Elsevier, dan Kevin Boyack dari SciTech Strategies melalui publikasi Updated Science-wide Author Databases of Standardized Citation Indicators versi keempat. Ilmuwan diklasifikasikan menjadi 22 bidang keilmuan dan 176 subbidang dalam pemeringkatan sitasi c-score di luar sitasi diri sendiri (nonself-citation).
Menjadi satu-satunya akademisi dari ITS, profesor yang akrab disapa Riyan ini juga tercatat sebagai satu dari 98 peneliti asal Indonesia yang masuk dalam jajaran Top 2% Scientist in the World tersebut. Dosen Departemen Teknik Informatika ITS itu memperoleh nilai c-score sebesar 366 sitasi pada September 2021 hingga September 2022.
“Terkait penelitian terbaru saya, tahun ini saya sudah menerbitkan 16 jurnal terindeks Scopus dan Web of Science (WoS),” papar Riyan.
Lebih rinci, pakar artificial intelligence (AI) pada bidang kesehatan ini pada tahun 2022 menerbitkan satu jurnal terindeks Scopus Quartile 3 (Q3), lima jurnal terindeks Scopus Quartile 2 (Q2), dan sembilan jurnal terindeks Scopus paling tinggi yaitu Quartile 1 (Q1) yang juga memiliki impact factor WoS. Science Citation Index (SCI) dan Science Citation Index Expanded (SCIE) WoS merupakan indeks sitasi yang dikelola oleh Clarivate Analytics yang memiliki standar sitasi jurnal, di mana impact factor tinggi setara dengan Scopus percentile tinggi.
Selain jurnal, Riyan juga menghilirkan penelitian berupa pembuatan alat pendukung operasi otak berbasis AI yang disebut Stereotactic untuk menentukan secara akurat lokasi anatomi kecil di dalam otak. Penelitian ini dilakukan karena alat pendukung operasi Stereotactic masih bergantung pada produk impor dan harganya mahal.
“Dalam otak, banyak anatomi kecil, contohnya ventral intermediate (VIM) nucleus dengan ukuran hanya sekitar tiga milimeter, sehingga memerlukan alat tersebut dengan ketelitian tinggi,” ungkap dosen yang juga merupakan konsultan berpengalaman dalam audit sistem informasi ini.
Meskipun berfokus pada bidang AI serta signal and image processing, Riyan juga menguraikan bahwa pemanfaatan AI sejatinya bisa diaplikasikan pada berbagai teknologi lain seperti analisa bisnis, pengembangan teori graf, audit sistem informasi, hingga pendeteksi kecurangan yang bisa dilakukan secara daring. Lebih jauh, AI juga berpotensi untuk diterapkan pada pengembangan teknologi masa depan yaitu rekayasa genetika.
Alumnus doktoral University of New Brunswick, Kanada tahun 1992 itu mengungkapkan, penelitian yang dilakukannya tidak hanya sebatas publikasi semata. Namun, Riyan senantiasa hadir dalam mewujudkan hilirisasi hasil riset untuk diproduksi teknologi secara massal, sehingga bisa dimanfaatkan lebih luas oleh masyarakat.
“Saya melakukan penelitian dasar, terapan, hingga pengembangan untuk mewujudkan produksi hasil inovasi sehingga tidak terbatas pada tulisan saja,” tandasnya.
Adapun dalam melakukan hilirisasi teknologi, Riyan menekankan mengenai pentingnya Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) dalam riset. Menyambung pernyataan sebelumnya, dosen kelahiran 1959 tersebut menjelaskan bahwa TKT memiliki sembilan tingkatan.
Tingkat pertama hingga ketiga berupa penelitian dasar untuk publikasi, tingkat keempat hingga keenam berupa penelitian terapan untuk menghasilkan prototipe, dan tingkat ketujuh hingga kesembilan berupa hilirisasi hasil riset.
Sebagai ilmuwan yang lebih dari tiga dekade berkecimpung dalam riset, Riyan menilai bahwa riset merupakan kegiatan yang vital karena melahirkan penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kontribusi keilmuan baru dapat digunakan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam segala aspek kehidupan.
“Setiap ada pengembangan ilmu baru, kita usahakan untuk membuat prototipe yang mengandung kebaruan dari riset dasar,” terangnya.
Demi mendorong kemajuan iklim riset, lelaki berkacamata ini berharap agar generasi-generasi muda di Indonesia bersedia terlibat langsung dalam penelitian, terutama demi kontinuitas peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang terus berganti. Ia juga berpesan bahwa mahasiswa pascasarjana merupakan motor penggerak riset di ITS, sehingga ide dan kreativitas harus menyatu untuk menghasilkan berbagai inovasi baru.
Sebagai publikasi tahunan, Top 2% Scientist in the World: Single Year Impact 2021-2022 versi keempat dapat diakses melalui laman resmi Elsevier melalui elsevier.digitalcommonsdata.com/datasets/btchxktzyw/4. Sebelumnya, Elsevier sudah menerbitkan versi pertama pada Juli 2019, versi kedua pada Oktober 2020, dan versi ketiga pada Oktober 2021. (ST05)