SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Data Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan menyebutkan, pada periode 2015-2021 kerusakan lahan pertanian akibat serangan hama tikus mencapai 7,7 persen atau menjadi 58.443 hektare. Di sisi lain ekosistem puncak pada areal persawahan, seperti burung hantu ataupun ular kini mulai berkurang populasinya akibat perburuan liar.
Berawal dari hal tersebut, tim Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) meciptakan sebuah alat “IT KUS 1.0” yakni alat pengusir tikus dengan rangkaian elektronik berbasis internet of things”. Tim ini terdiri dari Bima Setyo Nugroho (S1 Manajemen), Siftiyan Abdullah Zidan Arzaqi (S1 Sistem Informasi), Fitriana Nurochmatul Hidayah (S1 Manajemen), Ema Rahmawati (S1 Fisika) adan Dr. Ahmad Ajib Ridlwan, S.Pd., M.SEI (Ekonomi Syariah) sebagai dosen pembimbing.
Bima Setyo Nugroho, ketua tim PKM, mengatakan ide ini berwal dari kegelisahan petani di daerahnya yang terkena serangan hama tikus mulai dari masa tanam, berbuah, sampai dengan masa panen serangan tikus tidak bisa dihindari. Petani di daerahnya mengusir tikus dengan cara memasang aliran listrik.
Hal ini membahayakan petani itu sendiri sehingga sering terjadi petani yang meninggal akibat sengatan listrik yang dipasang di sawah. “Perkembangan IPTEK, khususnya di bidang elektronika sangat memungkinkan penggunaan teknologi suara ultrasonik untuk mengusir hama tikus,” ujar pria asal Blitar ini.
Dikatakan, berdasarkan hasil penelitian, tikus merupakan salah satu hewan yang peka terhadap gelombang ultrasonik karena tikus memiliki jangkauan pendengaran antara 5-60 kHz (Heffner dan Heffner 2007). Tetapi, dalam situasi tertentu, dapat melebih hingga 100 kHz.
Melihat fenomena tersebut, ia dan tim kemudian membuat alat pengusir tikus yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik yang diproyeksikan sedemikian rupa sehingga dapat mengeluarkan gelombang frekuensi yang berbeda-beda. Selain itu, alat tersebut berbasis Internet of things (IoT) yang dapat dikendalikan dari jarak jauh dengan memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi. Ide tersebut kemudian mendapatkan dana hibah PKM dari Dikti untuk membuat alatnya.
”IT-KUS 1.0 memiliki beberapa keunggulan yaitu menghasilkan gelombang ultrasonik dan dapat dioperasikan dari jarak jauh melalui smartphone sehingga petani tidak perlu pergi ke sawah,” terangnya.
“Alat ini memanfaatkan sumber energi panel surya sebagai sumber energi utama. Selain itu alat ini juga aman dipasang di ruang terbuka karena didesain dalam satu box yang tahan akan cuaca panas dan hujan,” imbuh Bima.
Ia berharap dengan teknologi ini mampu mengusir tikus pada rentang jangakauan suara di lingkup persawahan. “Sehingga secara berkala dapat meningkatkan produktivitas petani seiring dengan berkurangnya serangan hama tikus,” ungkapnya lagi.
Sementara itu, Ahmad Ajib Ridlwan mengatakan bahwa alat ini merupakan kolaborasi dari berbagai bidang keilmuan diantaranya mahasiswa sistem informasi, manajemen, dan fisika.
“Empat mahasiswa tersebut mencoba menyelesaikan problem petani didaerahnya yang mengalami gagal panen akibat serangan hama tikus. Mahasiswa tersebut terpanggil untuk membantu menyelesaikan masalah petani dengan menciptakan alat pengusir tikus yang smart dan ramah lingkungan,” ucapnya.
Ke depan, lanjut Ahmad Ajib Ridlwan, alat ini terus dikembangkan teknologinya dan diproduksi secara massal dengan harga terjangkau agar produktivitas petani meningkat. “Dengan berkembangnya teknologi petanian diharapkan ke depan banyak petani muda yang smart dan produktif,” pungkasnya. (ST01)