SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya Dharma Wanita Persatuan (DWP) menggelar pelatihan teknik mewiru kain jarit dan tata cara berkebaya yang sesuai pakem. Pelatihan ini, dihadiri oleh Ketua dan anggota DWP dari jajaran Perangkat Daerah (PD) serta Kecamatan se-Kota Surabaya.
Ketua DWP Kota Surabaya, Dameria Triana Ambuwaru menjelaskan, bahwa pelatihan ini adalah untuk melestarikan budaya dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi para anggota. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi salah satu langkah strategis meningkatkan pengetahuan tentang mewiru dan berbusana menggunakan kain jarit.
“Tujuan kita mengadakan ini harapannya supaya ibu-ibu yang memimpin di masing-masing PD dan kecamatan, itu bisa memberikan pengetahuan ini ke anggota lainnya,” kata Dameria saat ditemui di Gedung Wanita Candra Kencana, Jumat (5/12/2025).
Dalam pelatihan ini, para anggota DWP dibimbing secara langsung oleh pakar Himpunan Ratna Busana (HRB), sebuah organisasi yang konsisten berpenampilan menggunakan kebaya dalam aktivitas sehari-hari. Melalui kegiatan ini, akan lebih mengetahui dan memiliki kemampuan mewiru juga sekaligus nilai jual yang dapat memberdayakan ekonomi anggota.
“Kan mewiru ini kan tidak sembarang orang bisa, dia perlu keahlian, dan pengetahuan untuk itu. Nah, dengan mewiru seperti ini, kita bisa memberikan lebih dan itu bisa juga menambah pendapatan dan pemberdayaan ekonomi para ibu-ibu Dharma Wanita ke depannya,” ujar Dameria.
Pelatihan mewiru dan tata cara berkebaya yang sesuai pakem ini berlangsung selama dua jam. Selama waktu itu, para anggota dilatih berbagai teknik melipat dan menggunakan kain jarit sesuai pakem dan tampak elegan.
Para peserta diajarkan untuk memahami jenis kain yang dipakai, sebab motif batik memiliki cerita filosofinya masing-masing. Sebagai contoh, motif parang tidak boleh dikenakan di istana negara, karena kain itu merupakan pakaian yang digunakan oleh raja-raja pada zaman dulu. Sementara motif tertentu seperti segitiga, identik dengan orang yang sedang kesusahan.
Bukan itu saja, para peserta turut diajarkan cara membedakan teknik mewiru kain jarit batik Surakarta dan Yogyakarta. Untuk kain jarit khas Surakarta menggunakan tiga kali lipatan yang ditarik keluar. Sedangkan kain jarit khas Yogyakarta memiliki ciri khas garis putih di pinggiran kain yang harus ditonjolkan. Selain itu para anggota juga diberitahu cara membedakan pemakaian kain jarit yang digunakan laki-laki dan perempuan.
Dengan bekal pengetahuan ini, ia berharap, ibu-ibu DWP dapat menjadi garda terdepan dalam melestarikan budaya berkain dan berkebaya di lingkungan masing-masing, serta menularkan jiwa nasionalisme tersebut kepada generasi muda. “Semoga dengan belajar seperti ini, kami ibu-ibu itu bisa terpacu untuk melestarikan budaya kita sendiri ke depannya,” pungkasnya. (ST01)






