SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menutup Rapat Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI Jawa Timur) di Auditorium Perpusnas Bung Karno, Blitar, Minggu (25/6). Momen tersebut cukup berkesan lantaran dilaksanakan bersamaan Bulan Bung Karno, yang diperingati setiap bulan Juni.
Semakin istimewa, kesempatan tersebut juga dijadikan ajang silahturahmi antara Gubernur Khofifah dengan elemen pimpinan mahasiswa yang tergabung dalam ‘Cipayung Plus’. Cipayung Plus merupakan gabungan tujuh organisasi kemahasiswaan yakni GMNI, HMI, PMII, IMM, PMKRI, GMKI, KAMMI dan SEMMI.
Sebelumnya, Gubernur Khofifah juga melakukan ziarah ke makam presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno di Blitar. Dalam ziarah itu, Gubernur Khofifah melakukan tabur bunga dan melakukan doa bersama, untuk mengenang jasa dan perjuangan Bung Karno bagi Bangsa Indonesia.
Dalam sambutannya, Khofifah berharap, momentum ini dapat menggelorakan semangat nasionalisme dan nafas kebangsaan yang dikumandangkan oleh Presiden pertama RI Bung Karno. Terlebih, dengan mengambil tema ‘Aktualisasi Tri Sakti Bung Karno dalam Gerakan GMNI Jawa Timur’, dirinya mengungkapkan gagasan Bung Karno terkait Trisakti saat awal kemerdekaan menjadi pondasi karakter bangsa.
“Kalau kita berbicara tentang pikiran-pikiran besar Bung Karno, baiknya kita bersama-sama ke Makam Bung Karno mengingat posisi kita di Jawa Timur,” tegasnya.
Kepada para pimpinan organisasi kemahasiswaan, Mantan Menteri Sosial tersebut berpesan agar masing-masing mengasah dan mengintroduksi diri untuk terlahir sebagai negarawan.
“Hari ini tidak mudah menemukan negarawan meski banyak sekali pemimpin yang berasal dari politisi. Namun, politisi belum tentu negarawan, maka jadilah negarawan. Kalau sudah memimpin negeri ini, mestinya akan tewujud sebagai sosok negarawan,” tegasnya.
“Secara sosial budaya, stratifikasinya ditemukan dibanyak lini. Karena saat ini kita di Jawa Timur, bawalah budaya Jawa Timur yakni Budaya Majapahit. Bhinneka Tunggal Ika. Agar terbangun moderasi dan toleransi serta kerukunan antar warga bangsa,” lanjutnya.
Khofifah berharap, momen kebersamaan seperti ini dimana pimpinan Cipayung Plus berkumpul bersama dapat menciptakan situasi harmonious partnership yang baik. Untuk itu, ia berpesan untuk tidak merasa bisa menyelesaikan persoalan bangsa sendirian. Mari bangun sinergi dan kolaborasi.
“Maka kolaborasi dan sinergi yang kuat menjadi bagian penting membangun negeri ini,” tandasnya.
Pada kesempatan tersebut, Khofifah juga mengajak para mahasiswa untuk memahami dan mengembalikan konsep Trisakti dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 mendatang.
“Jadi apa yang sebetulnya digagas Bung Karno menjadi pondasi karakter bangsa berdaulat secara politik, seperti apa kita akan breakdown bahwa kita berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya,” jelas Gubernur Khofifah.
Sebagimana pidato Bung Karno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1956. Saat ini, Indonesia telah melewati taraf physical revolution dan taraf survival.
“Bung Karno menandaskan, sekarang kita berada pada taraf investment, yaitu taraf menanamkan modal-modal dalam arti yang seluas-luasnya. Tugas atau pekerja rumah kita, apakah terkait investment of human skill, material investment, dan mental investment?. Ini tugas kita bersama,” pesannya.
Tugas tersebut bukan merupakan tugas yang sederhana. Apalagi, lanjutnya, saat ini Indonesia telah menyiapkan target menuju Indonesia Emas 2045.
Menurut Khofifah, usia dari anggota-anggota ‘Cipayung Plus’ saat Indonesia Emas berada pada usia puncak membangun negeri pada pos-pos strategis di masing-masing profesi. Akan tetapi, yang lebih penting adalah investasi mental. Sebab, Investasi keterampilan dan material tidak bisa menjadi dasar persatuan dan kemakmuran bersama tanpa didasari investasi mental.
Di depan ratusan peserta dari organisasi mahasiswa tersebut, Gubernur Khofifah mencontohkan pahlawan-pahlawan nasional yang berkarya sejak usia muda. Diantaranya, Presiden pertama RI Soekarno yang di usia 26 tahun mendirikan partai PNI. Selain itu, Wapres RI pertama yakni Bung Hatta yang pada usia 24 tahun menggerakkan Perhimpunan Indonesia (Indonesia Vereeniging) di jantung kolonialisme, Den Hag.
“Maka saudara yang saat ini di usia 20 tahun, maka 25 tahun kedepan saudara pemilik dan pemangku kepentingan negeri ini,” jelasnya. (ST02)





