SURABAYATODAY.ID, MAGETAN – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak berdiskusi dengan Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia (GMPSI) Provinsi Jawa Timur dalam sarasehan Penyelesaian Konflik Tenurial Kawasan Hutan Jawa di Pendopo Desa Pacalan, Kabupaten Magetan, Minggu (18/5).
Dalam kesempatan tersebut, Emil juga bertemu dengan Kelompok Masyarakat Kehutanan dan Kelompok Tani Hutan (KTH). Ia juga berdiskusi dan menjawab banyak pernyataan mereka terkait kebijakan tenurial hutan Jawa Timur.
“Selain Penjabat Bupati Nizamul, ada juga Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM San Afri Awang yang sudah menjadi Dirjen Planologi Kehutanan saat saya bupati. Beliau adalah sosok yang tentunya turut membidangi konsep perhutanan sosial,” katanya.
“Saya merasa senang bahwa kami mendapatkan pendampingan akademisnya, pendampingan teknokratisnya, dan substansinya dalam menyikapi permasalahan. Tadi ada sekitar enam penanya yang semua isinya berbeda-beda sehingga memperkaya betul khasanah pengetahuan kami tentang situasi di lapangan mengenai proses yang bisa menjadi sebuah rencana aksi yang harus diberesin dalam waktu singkat,” lanjut Emil.
Dirinya menjelaskan, ini akan membantu penyelesaian masalah penyimpangan di lapangan yang dilakukan oleh segelintir oknum. Entah melalui mediasi kelompok maupun perbaikan prosedur administratif yang menimbulkan kerumitan di jalan.
“Karena masih ada tantangan-tantangan yang harus diselesaikan. Ada interpretasi mengenai regulasi yang perlu di-clear-kan, ada juga proses transisi misalnya dengan Perhutani untuk tegakan-tegakan yang mungkin masih berada di kawasan yang sudah ditentukan sebagai KHDPK. Banyak sekali tindaklanjut yang harus kami lakukan,” ungkapnya.
Meski begitu, dirinya merasa terbantu atas pendampingan GMPSI dan para akademisi seperti San Afri Awang. Sehingga memungkinkan pemerintah mengeksekusi kebijakan yang mempermudah kepentingan umum.
Kebijakan ini, sebut Emil, vital untuk penyelesaian permasalahan tenurial konflik-konflik yang ada di kawasan hutan. Khusus di Jawa, regulasinya akan agak berbeda dengan luar Jawa. Mengingat, Jawa Timur memiliki jumlah total penduduk 41 juta penduduk dengan total luas wilayahnya 48 ribu kilometer persegi.
“Bandingkan dengan Malaysia yang penduduknya hanya 30 juta Jawa Timur dengan lias wilayah 130 ribu kilometer persegi. Artinya hampir 3 kali lipat. Maka kepadatan Pulau Jawa ini adalah salah satu kepadatan yang mungkin tertinggi di dunia. Ini yang membuat akhirnya hari ini sisa lahan hutan yang kita miliki ini sudah pada tahap yang tidak boleh dikurangi lagi,” terangnya.
Lahan hutan Jawa Timur sendiri, sebut Wagub Emil, mencapai 42 persen jika termahsk hutan rakyat. Sedangkan tanpa hutan rakyat, hutan Jawa Timur hanya mencapai 28 persen. Padahal, untuk dapat menerapkan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), lahan hutan yang dimiliki harus minimal 30 persen.
“Tapi jangan sedih dulu. Yang di Jawa ada juga solusi yang namanya Perhutanan Sosial. Artinya, di dalam yang 28 persen itu boleh dikelola oleh masyarakat. Karena sebenarnya mengelola pun rasanya sudah seperti memiliki. Dan masyarakat memang idealnya dikasih kesempatan menggarap dan mengembangkan untuk kemanfaatan lain selama memenuhi pertimbangan lingkungan,” tuturnya. (ST02)





