SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Wacana pemisahan Pemilu nasional dan lokal yang digulirkan oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mendapat dukungan dari DPRD Jawa Timur. Wakil rakyat di gedung Indrapura menilai perlunya kajian mendalam terkait sistem Pemilu yang berlaku saat ini.
Anggota Komisi A DPRD Jatim, Ubaidillah, menyatakan dukungannya terhadap usulan tersebut demi penyelenggaraan Pemilu yang lebih baik dan efisien.
“Saya sepakat dengan pemisahan Pemilu ini agar energi tidak terlalu terkuras seperti sekarang,” ujarnya.
Sebagai politisi yang sudah beberapa kali terlibat dalam Pemilu, ia menilai pelaksanaan Pemilu serentak antara tingkat nasional dan lokal membutuhkan energi yang sangat besar. Selain itu juga menghadirkan tantangan yang cukup kompleks.
“Karena itu, saya menyambut baik wacana ini. Perlu ada peninjauan ulang terhadap sistem Pemilu yang berlaku saat ini,” tambah politisi PKB tersebut.
Meski demikian, ia menegaskan pentingnya mempertimbangkan mekanisme yang efektif dan efisien jika perubahan sistem ini benar-benar diterapkan. “Intinya, saya mendukung penuh wacana pemisahan Pemilu nasional dan lokal,” tegasnya.
Usulan pemisahan Pemilu ini sebelumnya disampaikan oleh Puskapol UI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (5/3/2025). Peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti, mengungkapkan bahwa usulan ini berangkat dari evaluasi pelaksanaan Pemilu serentak pada 2019 dan 2024 yang dinilai belum mencapai tujuan utamanya.
“Kami merekomendasikan opsi pemisahan Pemilu nasional dan lokal dengan mengacu pada putusan MK No 55/PUU-XVII/2019,” kata Delia.
Menurut Delia, Pemilu nasional mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI. Sementara Pemilu lokal terdiri dari pemilihan gubernur, bupati, wali kota, serta DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Delia menambahkan, pemilu serentak justru tidak menciptakan literasi pemilih yang baik terkait calon peserta pemilu yang dipilihnya. Ketidakseimbangan ini berbanding terbalik dengan tingginya partisipasi pemilih, sehingga memicu praktik politik uang atau money politics. Wacana ini diharapkan dapat menjadi titik awal perbaikan sistem Pemilu di Indonesia agar lebih berkualitas dan berintegritas. (ST11)





