Pepatah bijak mengatakan ‘jangan hanya melihat dari fisiknya saja, lihatlah pula hatinya”. Begitu juga jika melihat pembangunan Surabaya. Jangan hanya melihat infrastruktur apa yang sudah didirikan, namun tengoklah pula prestasi pembangunan non-fisiknya. Bahkan salah satunya telah menorehkan keberhasilan yang mendunia.
SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Kota Surabaya terus menunjukkan kemajuan pesat dalam berbagai sektor pembangunan, baik fisik atau non-fisik. Selama tahun 2024, pembangunan infrastruktur sudah digenjot. Ada revitalisasi Kota Lama Surabaya, pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Surabaya Timur, dan sebentar lagi revitalisasi dua pasar tradisional, yakni Pasar Kembang dan Pasar Keputran Selatan.
Sedangkan pembangunan dari non-fisik, angka stunting di Kota Pahlawan ini mampu ‘dijeblokkan’ sebagai angka terendah se-Indonesia. Dengan angka 1,6 persen, Surabaya telah menjadi juara. Upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya di bawah kepemimpinan Eri Cahyadi-Armuji menjadi percontohan nasional untuk penanganan stunting.
Bahkan karena keberhasilan ini, Pemkot Surabaya mendapatkan insentif fiskal Rp 6,45 miliar dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat itu diserahkan oleh Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin selaku ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) nasional.
Ada lagi yakni terkait kemiskinan ekstrem. Di tahun 2024 ini Pemkot Surabaya berhasil menurunkannya dari level 1,2 persen pada 2021, menjadi 0,8 persen pada 2022, dan di tahun 2024 ini ada di level 0,42 persen.
Apa hanya itu? Tunggu dulu. Pembangunan Surabaya juga berhasil mencatatkan prestasi mendunia. Bahwa Surabaya telah resmi menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA) dunia yang mendapat akreditasi dari United Nations Children’s Fund (Unicef).
Surabaya kini juga telah bergabung dalam jaringan global Child Friendly Cities Initiative (CFCI) bersama kota layak anak dari seluruh dunia.
Semua itu tercapai karena konsep pembangunan gotong royong. Yuk, simak ulasannya.


GOTONG ROYONG KEBHINEKAAN MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI
Salah satu proyek besar yang digalakkan Pemkot Surabaya adalah revitalisasi kawasan Kota Lama. Ini adalah bagian dari upaya konservasi budaya dan pengembangan ekonomi. Kawasan Kota Lama diharapkan menjadi pusat wisata sejarah yang tidak hanya menarik wisatawan domestik, tetapi juga internasional.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Surabaya Irvan Wahyudrajad menjelaskan bahwa pembangunan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali sejarah kota yang kaya, dengan memperbaiki infrastruktur jalan, mempercantik bangunan bersejarah, serta menghadirkan berbagai fasilitas modern yang mendukung sektor pariwisata.
“Revitalisasi Kota Lama Surabaya tidak hanya soal memulihkan bangunan-bangunan tua, tetapi juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat. Ini bisa menciptakan peluang bisnis bagi pelaku usaha kecil dan menengah, serta meningkatkan daya tarik Surabaya sebagai destinasi wisata,” ungkapnya.
Ia menegaskan penataan kawasan Kota Lama juga bagian untuk mengingat kembali sejarah peradaban Kota Pahlawan yang terjalin erat dalam benang kebhinekaan.
Untuk diketahui, di Kota Lama ini terbagi dalam empat zona. Yakni, zona Arab, Eropa, Melayu, dan Pecinan. Di zaman pendudukan Belanda, kawasan ini menjadi pusat pemerintahan, bisnis, hingga pertukaran budaya. Berbagai etnis pun berkumpul menjadi satu di kawasan ini. Mulai dari etnis Arab, Eropa, Madura, Melayu, Jawa, hingga Tionghoa.
Karenanya, penataan atau revitalisasi Kota Lama bukan sekadar menjadi jujukan wisata, tetapi juga sebagai tempat untuk mengingat sejarah. Dengan begitu, rasa gotong royong, toleransi, saling menghargai sesama, dan nilai kebhinekaan warga Kota Surabaya bakal semakin erat.
“Kota Lama Surabaya adalah wadah peleburan berbagai budaya. Perbedaan justru melahirkan kekayaan budaya tak ternilai,” jelas Irvan.
Hal ini dibenarkan pengamat budaya dari Komunitas Begandring Soerabaia, Nanang Purwono. Ia mengatakan, Kota Lama adalah menjadi tempat budaya yang mempesona. Pembangunan kawasan ini bisa dijadikan sebagai tempat belajar sejarah.
“Kota Lama adalah bukti nyata bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan persatuan adalah kunci untuk mencapai kemajuan sebuah kota,” kata Nanang.
Pengakuan lain datang dari pengamat kebijakan publik sekaligus sosiolog dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (Uinsa), Andri Arianto. Ia menilai revitalisasi ini sebagai langkah strategis dalam mengembangkan potensi Kota Pahlawan.
“Mimpi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk menjadikan Surabaya sebagai destinasi wisata dan warisan sejarah dunia semakin nyata,” ujarnya.
Andri menjelaskan bahwa kawasan Kota Lama Surabaya dikenal dengan arsitektur gedung cagar budaya yang eksotis serta kehidupan masyarakat yang multicultural. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berkunjung dan melihat pengelolaan baru yang menawarkan pengalaman wisata yang aman dan nyaman.
Menurut dia, revitalisasi Kota Lama ini juga merupakan bukti nyata gotong royong dalam kepemimpinan Wali Kota Eri Cahyadi. Karena proses revitalisasinya ‘digotong bareng’ alias melibatkan banyak pihak.


Tak hanya dari dalam negeri, pengakuan juga datang dari Duta Besar (Dubes) Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns. Saat bertemu Eri Cahyadi 29 Juli 2024 lalu, Lambert Grijns menyampaikan terkesima dengan kesuksesan Pemkot Surabaya meresmikan Kota Lama. “Itu sangat menarik, khususnya bagi orang Belanda,” katanya.
Baginya, alasan Kota Lama Surabaya sangat menarik bagi Belanda karena Pemkot Surabaya telah melakukan investasi melalui renovasi dan revitalisasi di kawasan Eropa, Cina, dan Arab. “Itu merupakan salah satu contoh buat kota-kota di dunia, bagaimana revitalisasi seperti ini,” terangnya.
Eri Cahyadi sendiri menjelaskan pembangunan Kota Lama adalah bagian dari upaya mewujudkan Surabaya menjadi kota yang maju di mata dunia, humanis, dan berkelanjutan. Kota Lama ingin dijadikan ikon wisata dan tempat keberagaman budaya yang dikenal dunia.
“Kita ingin Surabaya sebagai kota yang maju, modern, humanis, dan berwawasan. Tapi, kita tidak melupakan atau meninggalkan sejarah dan budaya,” katanya.
Untuk mewujudkan itu, ia telah mengajak seluruh lapisan masyarakat bekerjasama dengan Pemkot Surabaya dalam pembangunan Kota Lama. Baik itu sejarawan, budayawan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat dan pegiat sejarah.
“Penataan Kota Lama ini harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip gotong royong. Semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pengusaha, saling bahu-membahu mewujudkan revitalisasi ini,” ujar mantan kepala Bappeko Surabaya ini.
Eri pun menegaskan pembangunan Kota Lama, termasuk pembangunan lainnya tidak sekadar membangun fisik. Sebab pembangunan harus dibarengi dengan membangun nilai-nilai budaya dan gotong-royong.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya, Hidayat Syah menerangkan banyak hal yang bisa dinikmati pengunjung. Selain wisata sejarah, ada wisata kuliner.
Ia berharap, adanya wisata Kota Lama pertumbuhan ekonomi terus meningkat. “Dampaknya sudah kelihatan dari pendapatan Pemkot Surabaya. Pajak hotelnya naik, pajak hiburannya naik, pajak restorannya naik, bahkan pajak parkirnya pun juga naik,” jelasnya.


GOTONG ROYONG TURUNKAN ANGKA STUNTING, SURABAYA JADI PERCONTOHAN NASIONAL
Surabaya juga menunjukkan pencapaian luar biasa di bidang pembangunan non-fisik. Salah satu yang paling mencolok adalah penurunan angka stunting yang signifikan.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023, prevalensi stunting di Surabaya tahun 2021 masih tercatat di angka 28,9 persen. Kemudian menurun di tahun 2022 menjadi 4,8 persen, dan di tahun 2024 tinggal 1,6 persen.
Angka ini menjadikan Surabaya sebagai kota dengan angka stunting terendah di Indonesia. Lagi-lagi, keberhasilan ini juga berkat pembangunan berbasis gotong royong.
“Dalam hal penanganan stunting, kami menerapkan pendekatan gotong royong. Kami melibatkan semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi masalah ini. Dengan kerjasama yang solid antara pemerintah dan masyarakat, angka stunting di Surabaya dapat ditekan dengan sangat baik,” papar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Nanik Sukristina.
Ia menjelaskan, penurunan stunting di Surabaya dilakukan dengan penerapan inovasi Zero Growth Stunting melalui intervensi spesifik. Di antaranya, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), kegiatan siber casting (aksi bergizi untuk remaja), pemberian pangan lokal balita dan ibu hamil Kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Selain itu juga dilakukan pemberian kudapan tinggi protein hewani, penguatan ANC Terpadu, penguatan Kampung ASI, pemberian susu ibu hamil dan menyusui, serta pemberian permakanan ibu hamil KEK dari keluarga miskin, serta pencegahan pernikahan dini.
“Peningkatan kesejahteraan hingga kesehatan juga dilakukan melalui program satu RW satu nakes (R1N1), dan upaya sensitif lainnya seperti, penguatan audit kasus stunting, perbaikan pola asuh, salah satunya melalui Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH), Surabaya Emas, gotong royong CSR, orang tua asuh dan sebagainya,” tambah Nanik.
Program-program itu dikerjakan dengan melakukan kolaborasi yang melibatkan masyarakat. Antara lain, Kader Surabaya Hebat (KSH), tenaga kesehatan, PKK, RT/RW/LPMK, seluruh camat dan lurah, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta organisasi profesi yang lain.
Sedangkan Eri Cahyadi menyatakan dengan digerebeknya stunting, penanganannya lebih cepat dan terukur. “Dengan digerebek bareng bersama warga Surabaya, stunting bisa terus turun. Dengan model ini, maka saya yakin bisa menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan putus sekolah lebih drastis lagi,” ujarnya.
BIKIN BPIP TERKESAN
Keberhasilan penanganan stunting ini pun telah menjadi inisiasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menuangkannya dalam film pendek. Alasannya, penanganan stunting berhasil karena diterapkannya nilai-nilai Pancasila, yaitu gotong royong dengan semua stakeholder.
Direktur Pengkajian Materi PIP BPIP Aris Heru Utomo, saat beraudiensi dengan Wali Kota Eri Cahyadi menyatakan filmnya bercerita tentang nilai-nilai Pancasila. “Bagaimana nilai Pancasila itu dipraktikkan, dalam hal ini adalah penanganan stunting,” kata dia.
Tak hanya BPIP, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI juga menjadikan gotong royong penanganan stunting di Surabaya sebagai percontohan nasional. Agus Suprapto, Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dari kemeterian ini juga berkunjung ke Surabaya pada 17 Oktober 2024 lalu.
Ia mengatakan kunjungan ini adalah bagian dari evaluasi terpadu pencapaian percepatan stunting oleh pemerintah pusat. Diungkapkan bahwa upaya penanganan stunting di Surabaya telah sesuai dengan visi dan misi cita-cita mewujudkan generasi emas di tahun 2045.
Ia berharap, berbagai upaya dan program yang diterapkan oleh pemkot di Kota Surabaya dalam mengatasi stunting bisa diterapkan oleh pemerintah pusat. Menurut Agus, hal tersebut juga dapat diterapkan dan dicontoh oleh kota/kabupaten lain di seluruh Indonesia.


GOTONG ROYONG ATASI KEMISKINAN EKSTREM
Pemkot Surabaya berhasil menurunkan kemiskinan ekstrem dari level 1,2 persen pada 2021, menurun menjadi 0,8 persen pada 2022, dan terus berkurang hingga ke level 0,42 persen pada 2024.
Keberhasilan ini lagi-lagi karena gotong royong. Berbagai langkah telah dijalankan, misalnya padat karya dan bedah rumah. Itu adalah gotong royong.
“Program padat karya dan bedah rumah itu melibatkan warga kurang mampu di sekitarnya (secara gotong royong) sehingga mampu menurunkan angka kemiskinan,” kata Eri Cahyadi.
Ia menambahkan, Pemkot Surabaya juga terus menggeber percepatan belanja daerah. Diterangkan, APBD menjadi salah satu instrumen vital dalam menggerakkan perekonomian, yang ujungnya adalah penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Apalagi, Pemkot Surabaya mengalokasikan sebagian besar belanja APBD-nya untuk produk dalam negeri dan UMKM, sehingga belanja tersebut memberi dampak pengganda (multiplier effect) ke pelaku ekonomi lokal. Terbukti, pertumbuhan ekonomi Surabaya mencapai 5,7 persen per 2023, di atas rata-rata Jawa Timur dan nasional. Tingkat pengangguran terbuka juga terus menurun dari 9,68 persen pada 2021 menjadi 6,76 pada 2023.
“Semakin cepat belanja daerah disalurkan, semakin cepat pula perekonomian bergerak,” jabarnya.
Pada 20 September 2024 lalu, Eri juga memberikan penghargaan kepada 31 Rukun Warga (RW) yang berhasil mewujudkan Kampung Madani dan Kampung Pancasila. Penghargaan diberikan sebagai apresiasi kepada kampung-kampung yang berhasil membantu mengentaskan kemiskinan melalui gotong royong. Yakni dengan donasi sukarela warga sekitar.
“Gotong royong inilah yang ingin saya wujudkan di Kota Surabaya,” ujar Eri.


GOTONG ROYONG WUJUDKAN KOTA LAYAK ANAK DUNIA
Pada bulan September 2024 lalu, Surabaya resmi menyandang gelar sebagai Kota Layak Anak (KLA) dunia. Pengakuan internasional terhadap Surabaya ini telah mendapat akreditasi dari United Nations Children’s Fund (Unicef), dan kini Surabaya juga telah bergabung dalam jaringan global Child Friendly Cities Initiative (CFCI) bersama kota layak anak di seluruh dunia yang lain.
Kepala Bappedalitbang Irvan Wahyudrajad mengatakan pencapaian ini menunjukkan bahwa Surabaya telah memenuhi standar internasional dalam menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan inklusif bagi anak-anak. Ia menjelaskan Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai inisiatif dalam proses menuju KLA dunia ini.
Ia juga merinci beberapa langkah penting yang dicapai Surabaya dalam perjalanan menuju CFCI. Pertama, kebijakan yang berkelanjutan untuk anak termasuk pengembangan infrastruktur dan layanan publik yang ramah anak, serta kebijakan yang humanis bagi seluruh anak di Surabaya.
Infrastruktur tersebut antara lain, pembangunan Rumah Anak Prestasi (RAP) di empat wilayah, pembangunan sekretariat Forum Arek Surabaya (FAS), pembangunan pusat informasi sahabat anak, pembangunan 487 Puspaga Balai RW, pembangunan dua day care baru.
“Kedua keterlibatan anak dalam proses pembangunan. Anak-anak Surabaya secara aktif terlibat dalam berbagai forum publik, termasuk Musrenbang di tingkat kelurahan, kecamatan dan kota, Musrenbang RPJPD, forum perangkat daerah serta berbagai forum konsultasi publik memastikan suara mereka didengar dan diperhitungkan,”papar Irvan.
Langkah ketiga, Surabaya telah berhasil meraih penghargaan KLA kategori utama enam kali berturut-turut dari Kementerian PPPA. Keempat, adalah kolaborasi heksahelix, yaitu kolaborasi multisektor yang melibatkan pemerintah, akademisi, komunitas, dunia usaha, media, dan organisasi internasional untuk mendukung kebijakan dan program ramah anak, di dalamnya termasuk Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Kota Surabaya dan Jurnalis Sahabat Anak (JSA).
“Kelima, penguatan kelembagaan dan kebijakan KLA dengan diterbitkannya dua Perwali baru yaitu, Perwali Nomor 61 Tahun 2024 tentang Mekanisme Penyelenggaraan Kota Layak Anak dan Perwali Nomor 62 Tahun 2024 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pemberian Perlindungan Khusus Kepada Anak,” jelasnya.
Irvan menambahkan bahwa selain langkah-langkah itu, Pemkot Surabaya juga memfasilitasi anak-anak Kota Surabaya lewat program inovatif seperti Sistem Informasi Kota Layak Anak Surabaya (Si TALAS) yang memungkinkan anak-anak terlibat langsung dalam proses pembangunan di Kota Surabaya dari proses perencanaan, implementasi sampai monitoring dan evaluasi.


PEMBANGUNAN FISIK
Terlepas dari pembangunan non-fisik seperti dijelaskan di atas, pembangunan fisik kini telah banyak digarap. Bukti konkret adalah pembangunan RSUD Surabaya Timur, yang juga bakal segera disusul dengan pembangunan RSUD di Surabaya utara dan Surabaya Selatan.
Dengan pemerataan layanan kesehatan itu, gagasannya adalah mengurangi kesenjangan layanan kesehatan di wilayah tersebut. Sebab, selama ini pelayanan kesehatan untuk rumah sakit milik Pemkot Surabaya hanya terkonsentrasi di dua Lokasi, yakni RSUD dr Soewandhie di Surabaya timur dan RSUD Bakti Dharma Husaha (BDH) di Surabaya barat.
“Agar tidak ada lagi ketimpangan antara kawasan satu dengan lainnya,” kata Eri Cahyadi.
Apakah hanya itu? Tidak. Contoh pembangunan fisik lain adalah proyek pembuatan terowongan antara Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Berikutnya, jalan-jalan di Surabaya yang kini ‘nglenyer’ atau mulus setelah dilakukan pengaspalan. Demikian juga proyek-proyek penanganan banjir juga terus dikerjakan dengan pembangunan box culvert maupun pembuatan saluran baru.
Di bidang perpasaran, akhir tahun ini juga telah digeber program revitalisasi pasar. Setidaknya, ada dua pasar yang bakal dibangun, yakni Pasar Kembang dan Pasar Keputran Selatan. Ada pula program pembangunan penambahan stan di Pasar Dupak Rukun atau yang lebih dikenal dengan nama Pasar Loak.
GOTONG ROYONG KUNCI SUKSES PEMBANGUNAN
Pentingnya semangat gotong royong dalam pembangunan Kota Surabaya selalu ditekankan Eri Cahyadi. Menurutnya, setiap pencapaian yang diraih oleh Surabaya pada tahun 2024 ini tidak terlepas dari kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
“Gotong royong adalah filosofi dasar kami dalam membangun Surabaya. Setiap warga memiliki peran penting, baik itu dalam pembangunan fisik maupun non-fisik. Pembangunan yang berkelanjutan hanya bisa terwujud jika kita semua bersatu padu dalam mencapai tujuan yang sama,” ujarnya.
Sebagai bentuk nyata dari semangat gotong royong itu adalah masyarakat Surabaya dilibatkan dalam berbagai program pemerintah. “Kami percaya bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat, bisa membuat Surabaya menjadi lebih maju,” lanjutnya.
Dengan semangat kebersamaan, ia menerangkan Surabaya siap menghadapi tantangan masa depan dan melanjutkan perjalanan sebagai kota yang tidak hanya berkembang secara fisik. Tetapi juga sosial dan budaya, untuk menjadikan Surabaya sebagai kota yang layak huni, berkualitas, dan penuh kesejahteraan bagi warganya.
Sementara itu, poses pembangunan Surabaya juga tak lepas dari dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya DPRD Surabaya.
Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, mengungkapkan bahwa legislatif mendukung setiap kebijakan pemerintah kota asalkan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. “Kami akan terus berupaya untuk memastikan agar pembangunan fisik dan non-fisik berjalan seimbang dan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi warga Surabaya,” kata Adi Sutarwijono. (ST01)





