SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Pj Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jatim Isye Adhy Karyono meminta para perajin batik dan tenun di wilayahnya untuk terus adaptif. Menurutnya adaptif merupakan salah satu cara agar batik dan tenun ini tidak ketinggalan zaman dan mudah dilupakan.
“Batik dan tenun itu warisan budaya bangsa Indonesia dan ini jangan sampai terputus di kalangan kita yang sudah tua. Anak-anak muda sekarang itu harus mencintai tapi harus disesuaikan dengan karakteristik anak-anak muda sekarang,” katanya.
Hal itu disampaikannya usai membuka Roadshow Wastra Batik dan Tenun UKM Jatim di Hotel Grand Swissbell Darmo Surabaya, Jumat (19/7).
Isye menjelaskan adaptif yang ia maksud adalah menyesuaikan batik dan tenun dengan karakteristik anak-anak muda saat ini tanpa meninggalkan nilai dan kekayaan yang terkandung didalamnya. Ia juga menyebut adaptif bisa diimplementasikan tidak hanya di corak, motif, selera atau warnanya tetapi juga pengelolaan dan manajerial dari industri batik dan tenun itu sendiri.
“Intinya itu namanya tetep batik meskipun motif nya berbeda-beda berubah mengikuti perkembangan zaman tetapi tetep termasuk kategori batik, mungkin para pengrajin sudah tahu apa sih yang termasuk batik, itulah adaptif atau menyesuaikan diri dengan perkembangan,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menjabarkan adaptif juga harus dibarengi dengan inovasi-inovasi yang terus dibangun oleh para pengrajin. Selain itu kreativitas para pengrajin pun harus terus dikembangkan karena hal tersebut menjadi modal agar batik dan tenun juga diminati oleh banyak kalangan termasuk anak-anak Gen Z.
“Harus disesuaikan dengan fashionnya anak muda sekarang agar mereka lebih tertarik dan juga lebih mengenal batik dan tentunya lebih mencintai batik, Alhamdulillah kalau mereka mau menggunakan batik sebagai fashion mereka,” terangnya.
Isye tak menampik bahwa batik dan tenun di Jawa Timur ini sangat kaya dan beragam. Menurutnya setiap kabupaten kota di Jawa Timur memiliki ciri khas motif masing-masing yang menggambarkan kearifan budaya lokal setempat.
“Semua kabupaten kota sudah punya motif batik sendiri dan masing-masing kabupaten kota memiliki lebih dari satu motif ciri khasnya masing-masing dan tentu memiliki filosofi atau makna masing-masing yang disesuaikan dengan wilayahnya,” tuturnya. (ST02)





