SURABAYATODAY.ID, MALANG – Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono hadir dalam rapat koordinasi pusat dan daerah (Rakorpusda) Bank Indonesia dalam rangka pengendalian inflasi wilayah Jawa Tahun 2024 di Hotel Mercure Malang, Selasa (27/2). Dalam kesempatan ini, Pj Gubernur Adhy menyampaikan akan berfokus pada pengendalian inflasi pangan.
Menurutnya, ini penting karena beberapa komoditi pangan menyumbang angka inflasi di Jawa Timur. Komoditi tersebut diantaranya beras, aneka jenis cabai dan bawang.
Untuk itu, ia menyampaikan gagasannya terkait skema program korporasi petani. Program ini diharapkan dapat meningkatkan daya tawar terhadap tengkulak dan daya saing petani sekaligus sebagai alternatif solusi mengendalikan inflasi utamanya inflasi pangan di Jawa Timur.
“Terobosan ini sebetulnya sudah dilakukan sejak semester lalu untuk konsep programnya. Saat ini, pelatihannya sudah berjalan di Jombang dengan 10 gapoktan menggunakan koperasi petani dan nelayan dengan model koperasi multi pihak baik petani pemilik rice mill, kemudian kepala desa dan beberapa komponen lainnya,” katanya.
Adhy menjelaskan, skema korporasi petani yang dijalankan melibatkan fasilitasi pembiayaan, dengan keterlibatan PT Kliring Perdagangan Berjangka Indonesia yang merupakan BUMN serta Bank UMKM Jatim. Korporasi petani juga mengelola secara profesional dari sisi hulu dengan hasil produksi utama beras dan residu bernilai ekonomi tinggi.
“Sampai dengan dibantu dengan bukan hanya berasnya, tetapi juga residu dari beras, ada biogas, ada pelet sekam, dan PLTBm,” tuturnya.
Selain itu, Koperasi Produsen Multi Pihak mayoritas juga milik petani, manajemen korporasi, industri penggilingan beras, investor serta pemasaran terhubung dengan BUMD dan kepala desa. Karena mayoritas milik petani, sehingga pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) menjadi nilai tambah bagi kesejahteraan petani.
Adhy menambahkan, juga dijalankan korporasi pemasaran, dengan menggunakan merek kolektif atau communal branding “Jatim Cettar”. Sementara harga pasar dibentuk dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh korporasi petani dan akan menjadi acuan penjualan untuk korporasi pemasaran.
“Intinya adalah kita akan menutup dua masalah dengan strategi korporasi petani yang pertama adalah ketersediaan pangan, lumbung pangan atau pengendalian bahan pangan untuk mencegah kelangkaan, yang kedua adalah pengendalian inflasi dari bawah,” terangnya
Lebih jauh dikatakannya, pengendalian inflasi menjadi prioritas dalam pembangunan daerah karena sangat berpengaruh terhadap keterjangkauan harga dan perubahan garis kemiskinan. pembangunan daerah akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
“Untuk itu, ketika inflasi dikendalikan maka peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak tergerus oleh kenaikan harga barang, khususnya komoditi pangan. Karena sektor komoditi makanan berkontribusi sebesar 75,8 persen pembentuk garis kemiskinan Jatim,” urainya. (ST02)





