SURABAYATODAY.ID, SURABAYA – Pemkot Surabaya melibatkan banyak pihak dalam upaya mencegah pernikahan dini dan kasus kekerasan terhadap anak. Berbagai pihak yang dilibatkan itu di antaranya adalah instansi terkait, media, pemerhati anak, lembaga swadaya masyarakat hingga Forum Anak (FA) Kota Surabaya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya, Tomi Ardiyanto mengatakan, terbentuknya Forum Anak Surabaya sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi hak-hak anak. Karena, pemenuhan hak anak tidak akan bisa sempurna tanpa adanya masukan dan keterlibatan dari mereka.
“Makanya kami ingin menjadikan Forum Anak Surabaya ini sebagai perwakilan terkait, apa yang diinginkan anak-anak di Kota Surabaya,” kata Tomi Ardiyanto saat konferensi pers di eks kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Kamis (26/1).
Apalagi, Tomi mengungkapkan, sekitar 29,7 persen warga Kota Surabaya merupakan anak-anak dengan rentang usia 0 hingga 18 tahun. Ia menilai, sangat penting untuk mendengar apa saja keinginan dari anak-anak.
“Hampir 30 persen warga Surabaya adalah anak-anak. Maka, sangat penting dan perlu untuk mendengar langsung apa yang mereka inginkan,” kata mantan camat Wonokromo ini.
Terlebih, kekerasan terhadap anak tak hanya bisa terjadi di lingkungan keluarga, tapi juga masyarakat dan sekolah. Bahkan, kekerasan pada anak itu tidak hanya berupa fisik, namun juga seksual, penganiayaan emosional atau pengabaian terhadap anak.
Maka, selain fokus terhadap pemenuhan hak-hak anak, Tomi memastikan, bahwa Pemkot Surabaya concern pada isu perkawinan anak.
Data Pengadilan Agama (PA) Surabaya mencatat, pada Januari 2023, ada 19 anak yang mengajukan Dispensasi Nikah (Diska). “Data 19 itu masih pengajuan dispensasi nikah di pengadilan agama,” ungkapnya.
Menurut Tomi, banyak faktor yang mempengaruhi pasangan anak mengajukan Diska atau menikah di bawah umur. Seperti, karena faktor ekonomi keluarga, budaya atau perjodohan orang tua hingga ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri.
“Karena itu juga harus dilakukan pembinaan dan edukasi kepada kelompok-kelompok komunitas, atau lingkungan tertentu yang masih menganggap bahwa pernikahan dini itu biasa,” tuturnya.
Tomi menyebutkan, bahwa upaya untuk mencegah kekerasan dan pernikahan usia dini pada anak, tak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Makanya dalam upaya tersebut, pemkot meminta dukungan semua pihak, baik orang tua, guru, masyarakat maupun Forum Anak Kota Surabaya.
“Nah, ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Karena perlu peran orang tua Bapak/Ibu dan lingkungan keluarga untuk bisa lebih peduli terhadap perkembangan dan pergaulan anak. Terutama pada saat (anak) di luar maupun di dalam rumah dan di sekolah,” tuturnya. (ST01)